REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis keuangan Turki tengah terjadi. Pasalnya, mata uang negara tersebut yakni Lira sudah anjlok hingga ke posisi terendah, akibat permasalahan diplomatik dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Hal itu pun dikhawatirkan memengaruhi negara-negara di emerging market termasuk Indonesia. Namun, dampaknya ke Indonesia terutama lewat jalur finansial atau via pasar finansial Eropa dan negara-negara emerging market ketimbang jalur perdagangan. "Karena Turki bukan mitra dagang utama Indonesia," jelas Project Consultant Asian Development Bank Institute Eric Sugandi kepada Republika.co.id, Senin, (13/8).
Di pasar finansial, investor global khawatir krisis di Turki bisa menyeret Eropa karena utang Turki terutama untuk membangun berbagai proyek konstruksi dan infrastruktur banyak dari Uni Eropa. Maka, krisis itu dikhawatirkan bisa memengaruhi bank-bank di Uni Eropa yang memberikan pinjaman ke Turki.
"Banyak pelaku pasar finansial global yang mengkhawatirkan risiko krisis Turki akan meluas. Akibatnya banyak investor global yang tarik uang dari emerging markets dan beli aset-aset yang dianggap aman seperti US treasuries, itu membuat demand terhadap dolar AS jadi naik," jelas Eric.
Baca juga, Rupiah Senin Sore Ditutup Melemah
Lebih lanjut, kata dia, kurs rupiah yang tertekan hari ini karena outflow dari emerging market sehingga permintaan terhadap dolar AS naik. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan menguatnya indeks dolar AS (DXY) yang berarti dolar AS dalam posisi menguat terhadap mata uang beragam negara lain.
"Jadi itu faktor eksternal penekan rupiah yang berkaitan dengan Turki. Faktor eksternal lainnya misal, kenaikan US FFR (Fed Fund Rate) berikutnya dan risiko eskalasi perang dagang AS versus Cina, Eropa, Kanada, serta Meksiko," jelasnya.
Sementara, faktor domestik yang turut melemahkan nilai tukar rupiah yakni Current Account Deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan Indonesia membesar. "Likuiditas dolar AS di pasar domestik juga seret dan terkonsentrasi di bank-bank besar, diperparah banyak korporasi yang rebutan beli dolar AS," tutur Eric.