REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun pada Kuartal II 2018 ekonomi tumbuh mencapai 5,27 persen, pada paruh kedua 2018 ekonomi dinilai tidak akan tumbuh sebaik paruh pertama 2018. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai hal ini karena hilangnya 'kemewahan' mesin utama pertumbuhan.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menjelaskan, puasa dan lebaran sesungguhnya momentum musiman yang cukup ampuh untuk menggenjot kinerja dunia usaha. Namun, seiring stimulus fiskal yang minim menyentuh sisi produksi dan lebih berdampak pada sisi konsumsi (THR, Bansos, dll) membuat efek pengganda yang dihasilkan tidak optimal.
"Pertumbuhan ekonomi meningkat tapi sektor riil sebagai penopang utama penyerapan tenaga kerja tidak menggeliat," ujar Enny, Rabu (8/8).
Baca juga, Bappenas Yakin Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Bisa 5,3 Persen
Besarnya akumulasi inventori yang tersimpan di Gudang pada kuartal II 2018, sekaligus memberikan sinyal ekspektasi dunia usaha ke depan. Ini terlihat dari Indeks Tendensi Bisnis (ITB) kuartal III 2018 mengalami penurunan cukup drastis, dari kuartal II 2018 sebesar 112,82 menjadi 106,05.
Demikian juga Indeks Tendensi Konsumen (ITK) kuartal III 2018 juga turun drastis dari 125,43 (kuartal II) menjadi pesimis 96,99. Enny mengatakan, ekspektasi Prompt Manufacturing Index (PMI) kuartal III 2018, turun menjadi 51,81 persen dengan SBT juga turun menjadi 3,43 dari 3,96 persen kuartal II 2018.
"Padahal sektor industri pengolahan merupakan penopang utama perekonomian. Ketika sektor industri hanya tumbuh 3,97 persen dan industri nonmigas hanya 4,41 persen (yoy) maka akan sulit diharapkan terjadinya akselerasi pertumbuhan ekonomi," papar Enny.
Turunnya investasi pada kuartal II yang hanya tumbuh 5,87 persen merupakan indikasi awal respons dunia usaha. Apalagi, ekspektasi ITB pada triwulan III 2018 semakin menegaskan pesimisme dunia usaha untuk melakukan eskpansi bisnis.
"Bisa jadi ada pengaruh dari faktor tahun politik, sehingga dunia usaha menunggu kepastian kebijakan-kebijakan penting pemerintahan baru. Namun, jika dilihat dari variabel yang menyumbang penurunan ITB, ternyata tidak sepenuhnya pengaruh dari tahun Politik," kata Enny.