Rabu 08 Aug 2018 19:51 WIB

BI Waspadai Risiko Industri Fintech

Fintech dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Fintech Lending. Ilustrasi
Foto: Google
Fintech Lending. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan terus mendorong layanan financial technology (fintech). Hanya saja sebagai regulator, bank sentral tetap memperhatikan risikonya.

"Kita mitigasi dengan policy yang lebih baik. Itu kenapa, proses pengajuan izin di BI makan waktu lama," ujar Kepala Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) BI Pungky Wibowo di Jakarta, Rabu (8/8).

Ia menjelaskan, fintech merupakan kegiatan saat ini yang diinisiasikan menggunakan teknologi untuk melayani masyarakat. Fintech terdiri dari berbagai model bisnis, di antaranya peer to peer (P2P) lending dan payment.

"Sementara terkait fintech P2P lending yang menangani Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kalau payment di BI. Keduanya tumbuh sangat pesat, maka perlu kita lakukan monitoring," ujar Pungky.

Baginya, bila fintech diawasi secara baik. Maka dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Lebih lanjut, kata dia, BI juga tengah mendorong GPN. Melalui sistem pembayaran tersebut, diharapkan ada interkoneksi yang berjalan baik.

Untuk pelaksaan GPN tahap pertama, dimulai dengan kartu debit. Pasalnya bank sentral menilai transaksi masyarakat masih didominasi lewat kartu debit.

"Intinya antara fintech dengan GPN akan sangat dorong kelancaran keuangan. Hal itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi," tegas Pungky.

Kini sudah ada beberapa fintech payment yang mendapat izin dari BI. Di antaranya Paytren, DOKU, Gopay, dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement