Selasa 07 Aug 2018 05:15 WIB

Mendag: Indonesia tidak akan Mengemis ke Amerika untuk GSP

Pemerintah Amerika akan meninjau kembali pemberian fasilitas GSP untuk Indonesia

Rep: Adinda Priyanka/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Indonesia dan Amerika Seikat
Foto: Ilustrasi
Bendera Indonesia dan Amerika Seikat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita memastikan, pemerintah Indonesia akan terus melakukan lobi kepada Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memberikan fasilitas pembebasan bea masuk atau generalized system of preferences (GSP) bagi produk Indonesia.

Tapi, Enggar memastikan, lobi pemerintah Indonesia tidak dilakukan secara langsung melainkan dengan cara menggambarkan kondisi yang ada kepada Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross. "Lalu, beliau menanyakan bagaimana dengan GSP facility. Saya bilang kalau saya butuh dukungan dia," ujarnya ketika ditemui di Gedung Utama Kemendag, Jakarta, Senin (6/8).

Lobi terakhir yang dilakukan Pemerintah Indonesia, ungkap Enggar, dalam pertemuan dengan Ross dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo saat keduanya berkunjung ke Indonesia pada Ahad (5/8) kemarin. Lobi ini dilakukan pascaevaluasi AS terhadap fasilitas GSP bagi beberapa negara, termasuk Indonesia.

photo
Perang dagang Amerika Serikat

Enggar tidak dapat memastikan hasil akhir dari lobi tersebut. Ia hanya bisa memastikan, Pemerintah Indonesia tidak akan mengemis kepada Amerika agar tetap memberikan fasilitas GSP.

"Indonesia hanya akan menunjukkan niat baik agar perdagangan Indonesia dengan Amerika dapat terus ditingkatkan," tuturnya.

GSP merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk (nol persen) terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara penerima fasilitas tersebut. Pada April 2017, Pemerintah AS meninjau ulang beberapa negara yang selama ini menjadi penerima skema GSP AS, termasuk Indonesia.

Sebelumnya, Enggar sudah sempat berkunjung ke AS untuk bertemu Ross. Tidak hanya membahas GSP, kedua pihak juga membicarakan nilai perdagangan dua negara yang terlalu rendah, yakni 28 miliar dolar AS.

"Jadi, saya propose kita harus tingkatkan hingga 50 miliar dolar AS," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement