Senin 06 Aug 2018 18:01 WIB

Konsumsi Selama Puasa dan Libur Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 disebut melebihi target.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (27/7).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 mencapai 5,27 persen melebihi target. Berdasarkan data BPS, angka itu lebih tinggi dibandingkan capaian pada kuartal II 2017 yang sebesar 5,01 persen.

Sri Mulyani menyampaikan angka itu melebihi target yang diperkirakan sebelumnya yang diprediksi hanya mencapai 5,16-5,17 persen. Menurut dia, salah satu komponen pendongkrak pertumbuhan ekonomi yakni sektor konsumsi yang meningkat hingga 5,17 persen.

"Yang sangat bagus adalah konsumsi, itu meningkat itu 5,17, jauh lebih tinggi. Berarti apa yang kita lakukan selama ini, seperti stabilisasi harga itu bisa menjaga, lalu hari raya, puasa, libur panjang, itu menimbulkan pengaruh yang cukup bagus bagi kuartal kedua," ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/8).

Selain itu, pemberian THR serta gaji ke-13 dari pemerintah juga disebutnya memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. "Bergesernya panen, lalu THR dan gaji 13 itu juga memberikan hal yang positif," ujarnya.

Kendati demikian, di sisi permintaan justru mengalami penurunan yakni di sektor investasi. Ia menilai, sektor investasi justru tak sesuai yang ditargetkan oleh pemerintah.

"Saya melihat itu agak di bawah yang kita harapkan. Karena pertumbuhan PMTB itu 7 persen sudah tiga kuartal berturut-turut, sekarang tiba-tiba turun di bawah 6 persen," ujar Sri Mulyani.

Menurut dia, hal itu harus disikapi dengan hati-hati. Ia pun memperkirakan beberapa penyebab menurunnya sektor investasi. "Apakah kemarin karena libur panjang, karena dari manufaktur juga rendah, jadi mungkin ada korelasi, trade off antara konsumsi yang jadi bagus, tapi manufaktur dan investasi agak lemah," ujarnya.

Sri Mulyani menyampaikan, tumbuhnya perekonomian yang melebihi target karena dipicu oleh permintaan domestik yang kuat. Ia pun juga menyoroti lemahnya ekspor Indonesia dibandingkan angka impor yang justru lebih tinggi.

Menurutnya, saat ini, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yakni memacu investasi agar pertumbuhan ekonomi yang di atas 5,2 persen tak menimbulkan komplikasi dari sisi neraca pembayaran.

"Karena kalau ekspornya terlalu lemah dan impor terlalu rendah, maka pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan tekanan pada neraca pembayaran," ujarnya.

Baca: Harga Beras Turun Drastis di Indramayu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement