Jumat 03 Aug 2018 19:10 WIB

Biaya Swap Valas BI akan Lebih Murah

Pemerintah menargetkan devisa hasil ekspor dikonversi ke rupiah.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini tengah merayu eksportir untuk membawa pulang devisa hasil ekspor (DHE) kembali ke Indonesia. Tak hanya itu, pemerintah juga menginginkan agar devisa tersebut bisa dikonversi ke rupiah sehingga bisa menjaga ketahanan devisa serta mendorong perekonomian.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Bank Indonesia akan meluncurkan kebijakan untuk meringankan biaya swap valas.

"Bank Indonesia sedang merumuskan kebijakan untuk biaya swap. Kalau dia mau beli lagi valas di waktu yang akan datang itu biayanya lebih ringan," kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (3/8).

Swap adalah transaksi pertukaran dua valas melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian kurs karena kurs bersifat tetap selama kontrak. Sehingga, hal itu dapat menghindari kerugian selisih kurs.

Selain itu, Darmin juga tetap mengimbau pengusaha untuk mau membawa pulang devisa kembali ke dalam negeri. "Jadi ini ada persoalan niat baik dan tanggung jawab bersama supaya rupiahnya jangan makin melemah," kata Darmin.

Selain itu, Darmin menjelaskan ihwal ekonomi Indonesia yang mengalami kebocoran. Darmin mengatakan, kebocoran tersebut akibat devisa hasil ekspor yang tidak kembali pulang ke dalam negeri. Menurut Darmin, ekspor semestinya bisa menjadi tambahan tenaga untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

"Tapi, kalau devisanya tidak masuk, ya tidak jadi dia menambah tenaga. Jadi, dalam bahasa teknis ekonomi itu bocor," kata Darmin.

Darmin menegaskan, persoalan kebocoran yang sempat ia sampaikan tersebut bukan terkait dengan korupsi. Dia menjelaskan, kebocoran devisa itu seperti halnya impor yang bersifat mengurangi kekuatan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), cadangan devisa pada akhir Juni 2018 adalah sebesar 119,84 miliar dolar AS atau terus menurun sejak Desember 2017.

Sebagai salah satu sumber penerimaan devisa, hanya 90 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dilaporkan ke bank domestik. Sementara, hanya sekitar 15 persen yang dikonversi menjadi rupiah.

Persoalan konversi dari valas menuju rupiah yang masih minim, kata Darmin, juga turut memberikan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Semakin lama, valas ditukar ke rupiah, maka semakin lama pula dampaknya pada perekonomian,

"Kalau dua tahun baru dia tukar, itu berarti dua tahun lagi dampaknya. Seperti itu," kata Darmin.

Baca: Pergeseran Waktu Panen Dongkrak Ekonomi Kuartal II

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement