REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto meyakini bahwa sektor industri tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi. Sektor industri diperkirakan akan tumbuh di angka lebih dari 5 persen.
"Sektor industri kita rata-rata masih tumbuh di atas lima persen, atau di atas perekonomian. Bahkan, pertumbuhannya ada yang lebih cepat seperti industri mesin dan perlengkapan serta industri makanan dan minuman," kata Menperin melalui keterangannya di Jakarta, Jumat (3/8).
Airlangga menilai, momentum lebaran dan pilkada pada tahun ini berdampak positif terhadap naiknya permintaan domestik sehingga terjadi pula peningkatan produksi di sejumlah sektor manufaktur, seperti industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki, serta industri percetakan.
"Apalagi tahun depan ada pemilu, demand produknya akan lebih banyak lagi," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang menunjukkan peningkatan pada kuartal II 2018 sebesar 4,36 persen secara year on year (yoy) terhadap kuartal II 2017. Kenaikan tersebut, terutama disebabkan naiknya produksi industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki mencapai 27,73 persen.
Sektor lain yang juga mengalami pertumbuhan produksi pada kuartal kedua tahun ini, di antaranya industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 17,28 persen, industri minuman mencapai 15,41 persen, industri pakaian jadi tembus 14,63 persen, serta industri alat angkutan di angka 12,34 persen.
Airlangga menyampaikan, pihaknya terus mendorong industri nasional agar memanfaatkan teknologi terkini untuk memaksimalkan produksi secara lebih efisien dengan hasil yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan penerapan revolusi industri generasi keempat atau industri 4.0.
"Pada era digital, aktivitas manufatur tidak lagi sekadar melibatkan mesin dalam proses produksinya. Saat ini, beberapa pabrikan sudah melompat lebih jauh, yakni memadukan dengan internet of things (IoT) atau kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang menjadi ciri dari industri 4.0," paparnya.
Sementara itu, hasill survei Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari Nikkei juga menunjukkan, indeks PMI pada Juli 2018 naik menjadi 50,5 dibanding Juni 2018 yang mencapai 50,3. Indeks PMI di atas 50 menunjukkan industri mampu ekspansi.
"Kenaikan PMI ini sangat positif, membuktikan bahwa industri manufaktur kita sedang bergeliat. Untuk itu, kami harus jaga dan terus dorong agar lebih produktif dan berdaya saing," tutur Airlangga.
Selain itu, Nikkei juga menyatakan bahwa hingga Juli, jumlah bisnis baru di Indonesia naik selama enam bulan berturut-turut. Sementara itu, tingkat ketenagakerjaan di sektor manufaktur Indonesia juga naik selama dua bulan berturut-turut.
Masih merujuk data BPS, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada periode kuartal II 2018 juga mengalami kenaikan sebesar 4,93 persen (yoy) terhadap kuartal II 2017. Kenaikan ini terutama dipicu naiknya produksi industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang mencapai 25,55 persen, serta industri percetakan dan reproduksi media rekaman sebesar 24,42 persen.
Dalam hal ini, Kemenperin fokus dalam pelaksanaan program e-Smart IKM di Indonesia. Program strategis ini dinilai dapat meningkatkan akses pasar bagi pelaku IKM dalam negeri melalui internet marketing.
"e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan market place yang telah ada," jelas Airlangga.
Kemenperin menargetkan, sebanyak 4.000 IKM lokal akan bergabung dalam program e-Smart IKM pada tahun 2018. Sasaran tersebut naik dibanding tahun lalu yang pesertanya sudah mencapai 2.730 IKM.
Dalam pelaksanaannya,Kemenperin telah menggandeng sejumlah marketplace dalam negeri seperti Bukalapak, Tokopedia, Blibli, Shopee, dan Blanja.com.