Jumat 27 Jul 2018 22:50 WIB

Waspada! Satgas Temukan Ada 227 Perusahaan Fintech Ilegal

Kebanyakan fintech ilegal itu berasal dari Cina.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Google Play. Ilustrasi
Foto: DigitalTrends
Google Play. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) menyebutkan, ada 227 perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (p2p)  tidak berizin. Kebanyakan fintech ilegal itu berasal dari Cina.

"Sebagian besar berasal dari Cina. Kami menduga karena lagi gencar-gencarnya ada pengetatan peraturan peer to peer lending di Cina," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing di Jakarta, Jumat, (27/7).

Hal itu, kata dia,  membuat banyak fintech dari Cina masuk ke berbagai platform di Tanah Air. Pasalnya, kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap fintech p2p lending cukup besar.

Tongam menyatakan, jumlah fintech ilegal didapatkan Satgas Waspada Investasi setelah melakukan pemanggilan terhadap entitas tidak terdaftar sejak Februari. Satgas kemudian meminta untuk segera menghentikan kegiatan para fintech tersebut sebelum resmi terdaftar di OJK.

Lebih lanjut, Satgas Waspada Investasi juga telah melaporkan para fintech ilegal ke Bareskrim. "Kami juga meminta Kominfo untuk memblokir aplikasi pada website dan media sosial serta meminta manajemen Google untuk memblokir aplikasi pada Google Play," ujar Tongam.

Tongam enggan menjelaskan seberapa besar kerugian yang dialami masyarakat dengan kehadiran entitas fintech ilegal yang sebagian besar berasal dari Cina ini. Sebab, belum pernah ada laporan secara resmi dan berbagai entitas ilegal tersebut.

Berbagai entitas ilegal itu, kata dia, menggunakan nama-nama yang identik dengan kosakata pembiayaan atau pinjaman seperti kredit pinjaman, rupiah kilat, juga uang pinjaman. Maka Tongam meminta masyarakat untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap daftar fintech yang sudah melakukan pendaftaran kepada OJK sebelum menggunakan layanan fintech.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement