REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Asian Development Bank Institute Eric Sugandi menilai, defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) akan melebar tahun ini seiring dengan peningkatan kebutuhan impor Indonesia. Peningkatan biaya impor diakibatkan kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah.
"Jadi memang CAD berisiko membesar," ujar Eric kepada Republika, Rabu (25/7).
Eric mengatakan, kinerja ekspor pun masih berisiko tertekan. Hal itu terutama jika perang dagang antara AS, Cina, dan Uni Eropa maupun AS dengan Meksiko dan Kanada meluas pada skala yang lebih besar.
Menurut Eric, pelemahan rupiah tidak bisa meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia jika produk tersebut dihasilkan dengan bahan baku atau barang modal yang diimpor.
Dengan kondisi tersebut, kata Eric, neraca pembayaran justru bisa mengalami defisit tahun ini. Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tercatat sebesar 11,6 miliar dolar AS.
"Kalaupun masih bisa surplus maka surplusnya akan turun banyak. Membengkaknya CAD dan defisit neraca pembayaran secara keseluruhan akan menurunkan daya dukung fundamental perekonomian terhadap rupiah," katanya.