REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, ditutup melemah sebesar 53 poin menjadi Rp 14.495 dibandingkan posisi penutupan sebelumnya Rp 14.442 per dolar AS.
Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, faktor global lebih banyak berpengaruh pada pelemahan rupiah terhadap dolar AS tersebut.
"Memang indeks dari nilai dolar AS (USD index) menguat banyak," kata dia, Jumat (20/7).
Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama negara lain pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) karena data ekonomi yang keluar dari Negeri Paman Sam itu secara umum positif.
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (19/7) seperti dikutip kantor berita Xinhua menunjukkan adanya klaim pengangguran mingguan AS yang turun ke tingkat terendah sejak 1969.
Mata uang dolar (greenback) juga didukung oleh pernyataan terbaru dari Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell yang mengatakan ekonomi AS berada di titik puncak dalam beberapa tahun terakhir. Pasar kerja tetap kuat dan inflasi tetap di sekitar target The Fed sebesar 2,0 persen.
Baca juga, Kurs Rupiah Anjlok ke Level Terendah Tahun Ini.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,04 persen menjadi 95,110 pada akhir perdagangan Kamis (19/7) waktu setempat.
Sementara itu, Bank Indonesia menilai penguatan mata uang dolar AS karena perbaikan data ekonomi AS berdampak secara meluas ke mata uang negara-negara berkembang bukan hanya melanda nilai tukar rupiah.
"Jika melihat lebih luas, bukan hanya rupiah yang melemah hari ini, tapi juga mata uang lainnya," kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto.
Erwin membantah bahwa melemahnya nilai rupiah Jumat ini karena pelaku pasar merespons negatif keputusan Bank Sentral yang mempertahankan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,25 persen.
Bank Sentral pada Kamis melalui Rapat Dewan Gubernur periode Juli 2018, menahan suku bunga acuan di 5,25 persen, setelah di dua bulan terakhir mengerek naik bunga acuan hingga 100 basis poin
Pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menilai, adanya rilis Bank Indonesia yang mempertahankan level suku bunga dapat memberikan imbas positif untuk kondisi makroekonomi. Pelonggaran makroprudensial dapat meningkatkan intermediasi dan fleksibilitas manajemen likuiditas dan intermediasi perbankan bagi pertumbuhan ekonomi.
"Namun, tampaknya tidak sepenuhnya direspons positif oleh rupiah yang lebih terpengaruh oleh imbas pergerakan dolar AS. Dengan kondisi dolar AS yang masih bergerak positif maka akan disayangkan pergerakan rupiah masih berpeluang melemah," ujarnya.