REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mendukung langkah Bank Indonesia yang berencana mengaktifkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9 hingga 12 bulan. Ia mengatakan, kebijakan tersebut bisa menjadi alternatif untuk bisa menarik dana asing.
"Situasi sekarang ini adalah situasi di mana kita perlu memberi ruang untuk pemilik dana supaya tertarik masuk. Maka, kemudian dicoba oleh BI untuk menyediakan instrumen investasi lebih banyak," kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (20/7).
Mantan Gubernur BI itu mengatakan, volatilitas SBI relatif tidak tinggi sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. Pada saat yang sama bank sentral ingin menambah tingkat likuiditas.
"Dalam situasi ini BI merasa harus ada instrumen yang lebih banyak. Sebetulnya SBN juga bisa dia pakai, tapi mungkin kalau SBN kan jauh lebih berbagai macam tenornya, yield-nya, sehingga kalau SBI kan 6 bulan atau 12 bulan itu lebih simpel," kata mantan Gubernur BI itu.
Baca juga, Rupiah Masuk Angin.
Namun Darmin mengakui ketika menjabat Gubernur BI, ia sempat menonaktifkan SBI bertenor di bawah 9 bulan per Februari 2011.
Darmin yakin penerbitan SBI akan menambah daya tarik investor. "Mestinya ada. Artinya, yang tadinya orang merasa dia mau keluar, bisa saja daripada keluar ya dia beli," katanya.
Sementara itu itu nilai tukar rupiah pada Jumat pagi hingga siang ini masih dalam zona merah. Rupiah bahkan menyentuh level Rp 14.500 per Dolar AS. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik.
"Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat.
Meski Luhut mengakui negara mengalami defisit transaksi berjalan, ia meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara.
Neraca transaksi berjalan Indonesia yang terus mengalami defisit menjadi faktor domestik yang selama ini membuat nilai tukar rupiah terus tergerus, selain karena tekanan ekonomi eksternal. "Tapi tadi dengan kita mau menggunakan B20/ kita hitung penerimaan hampir 4 miliar dolar AS dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500 ribu ton biodiesel saja saya kira sudah hampir 1 miliar dolar AS. Jadi defisit 'current account' (transaksi berjalan) kita bisa jadi baik juga," tuturnya.