REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik.
"Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (20/7). Meski begitu Luhut mengakui negara mengalami defisit transaksi berjalan. Ia meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara.
Neraca transaksi berjalan Indonesia yang terus mengalami defisit diyakini menjadi faktor domestik yang selama ini membuat nilai tukar rupiah terus tergerus, selain karena tekanan ekonomi eksternal.
Rupiah Melemah di Akhir Pekan. Pialang mengamati pergerakan nilai tukar Rupiah di Global market PermataBank, Jakarta, Jumat (13/7).
"Tapi tadi dengan kita mau menggunakan B20/ kita hitung penerimaan hampir 4 miliar dolar AS dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500 ribu ton biodiesel saja saya kira sudah hampir 1 miliar dolar AS. Jadi defisit current account (transaksi berjalan) kita bisa jadi baik juga," tuturnya.
Baca Juga: Rupiah Kembali Melemah, Ini Penjelasan Sri Mulyani.
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia, Jumat ini, menunjukkan rupiah diperdagangkan di Rp14.520 per dolar AS. Angka itu melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/7) yang sebesar Rp.14.418 per dolar AS. "Overall (secara keseluruhan) saya kira tidak ada yang harus dikhawatirkan," jelas Luhut.
Pada pembukaan perdagangan Jumat ini, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank juga melemah 35 poin menjadi Rp 14.477 dibanding posisi sebelumnya Rp14.442 per dolar AS.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan pergerakan rupiah masih melemah seiring imbas kenaikan dolar AS yang masih merespons pidato Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell akan optimismenya terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang stabil. Optimisme Powell menyiratkan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve sebanyak dua kali lagi di sisa tahun, setelah kenaikan dua kali pada semester I 2018.
"Meskipun di sisi lain Powell tidak menyampaikan secara detil kebijakan moneter The Fed ke depannya," ujar dia.