REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengakui asumsi dasar makro atas acuan ICP dan kurs membuat subsidi energi naik secara signifikan.
Namun, kata Jonan, subsidi ini tidak akan membuat APBN jebol. Ini mengingat dengan tingginya harga minyak dunia, Pertamina mempunyai kesempatan untuk mendapatkan peningkatan pendapatan di sektor hulu.
Jonan mengatakan, acuan ICP yang ditetapkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani sebesar 70 dolar per barel bisa mendongkrak pendapatan pertamina di sektor hulu. Hal ini bisa meningkatkan windfall Pertamina sebesar 30 persen. "Kalau sekarang acuan APBN 48 dolar per barel, realisasi ICP sampai Juni sudah 66,5. Berarti ada 17 dolar windfall," ujar Jonan saat rapat dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (19/7).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan
Jonan menjelaskan, pemerintah memang tidak mengubah harga jual premium dan solar. Hal ini tak ditampik oleh Jonan menjadi beban Pertamina di sektor hilir. Namun, hanya saja kata Jonan pemerintah sudah memberikan porsi yang cukup untuk Pertamina di sektor hulu.
Jonan menjelaskan, Pemerintah sudah memberikan Blok Mahakam dan Blok ONWJ. Selain dua blok besar itu, kata Jonan pemerintah juga sudah memberikan 10 blok terminasi. "Jadi, diharapkan di sektor hulu tambahan pendapatan bisa menutup apa yang menjadi defisit di sektor hilir," ujar Jonan.
Baca juga, Sri Mulyani: Kenaikan Belanja Subsidi Energi Rp 69 Triliun.
Ia menilai, meski kondisi seperti ini membuat Pertamina menjadi lebih bekerja keras, hal itu wajar. Sebab, menurut Jonan, Pertamina juga merupakan BUMN yang mempunyai tugas untuk membantu tugas pemerintah untuk menyalurkan energi untuk masyarakat. "Pertamina ini kan BUMN tugasnya melayani masyarakat," ujar Jonan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan ada kelebihan belanja subsidi energi sebesar Rp 69 triliun pada akhir tahun anggaran 2018. Kelebihan belanja itu untuk mendukung pelaksanaan kinerja PT Pertamina dan PT PLN.
"Subsidi energi ini untuk mendukung Pertamina yang melakukan stabilisasi harga BBM dan PLN yang melaksanakan elektrifikasi di desa," kata Sri Mulyani dalam menyampaikan proyeksi realisasi APBN 2018 pada rapat kerja dengan Badan Anggaran, Jakarta, Selasa (17/7).
Sri Mulyani menjelaskan penghitungan kelebihan subsidi energi tersebut sudah memperhitungkan realisasi belanja subsidi energi pada semester I-2018 sebesar Rp 59,5 triliun atau 63 persen dari pagu Rp 94,5 triliun serta perbedaan harga solar yang ditetapkan dengan harga berlangsung. "Kami sudah bahas ini bersama dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka," ujarnya.
Dengan kelebihan subsidi sebesar Rp 69 triliun dari pagu, realisasi belanja energi pada akhir 2018 diperkirakan mencapai Rp 163,5 triliun. Khusus untuk Pertamina, ia mengharapkan kenaikan alokasi belanja subsidi untuk menjaga perbedaan harga solar per liter dengan harga berlangsung itu bisa menjaga neraca Pertamina agar tidak terganggu, meski mendapatkan penugasan dari pemerintah.
"Neraca Pertamina tetap terjaga yaitu kebutuhan dari sisi operasi untuk menjalankan policy subsidi itu maupun dari sisi potensi keuntungan baik dari hulu maupun tekanan dari kegiatan hilir yang berkaitan dengan subsidi," ujarnya.