Kamis 19 Jul 2018 10:08 WIB

Menteri Basuki Minta BUMN tak Garap Poyek di Bawah Rp 100 M

Sebagian besar paket proyek di Kementerian PUPR dikerjakan oleh kontraktor swasta

Presiden Joko Widodo (kiri), Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono saat memantau perkembangan pembangunan jalan Trans Sumatra ruas tol Pekanbaru-Dumai, Juli 2017.
Foto: Youtube/Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo (kiri), Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono saat memantau perkembangan pembangunan jalan Trans Sumatra ruas tol Pekanbaru-Dumai, Juli 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengimbau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karya tidak mengerjakan proyek konstruksi di bawah Rp 100 miliar. Imbauan tersebut ia tujukan kepada  BUMN Karya di bidang konstruksi tersebut seperti PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Brantas Abipraya, PT Hutama Karya, PT Nindya Karya dan PT Pembangunan Perumahan.

 

"Saya telah berkirim surat kepada Menteri BUMN meminta agar BUMN konstruksi tidak masuk pada pekerjaan di bawah Rp 100 miliar. Kemudian Ibu Menteri BUMN telah berkirim surat kepada BUMN Karya," kata Menteri Basuki melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/7).

Menteri Basuki menambahkan permintaan tersebut merupakan bagian dari pembinaan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan konstruksi nasional. Sifatnya adalah imbauan karena dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang telah beberapa kali mengalami perubahan, tidak ada larangan BUMN mengerjakan proyek konstruksi antara Rp 50 miliar sampai Rp 100 miliar. 

Di Kementerian PUPR dengan total belanja modal Rp 90 triliun, sebagian besar paket dikerjakan oleh kontraktor swasta nasional. "Namun saya minta dikecualikan untuk BUMN konstruksi PT Istaka Karya karena merupakan BUMN yang masih memerlukan pengembangan usaha," kata Basuki.

Namun demikian, pembangunan infrastruktur di bawah kewenangan Kementerian PUPR sebagian menggunakan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) seperti pembangunan jalan tol dan penyediaan air minum sehingga dalam pemilihan kontraktornya menjadi kewenangan investor.

Pembinaan kontraktor swasta nasional agar berdaya saing dan profesional juga dilakukan mulai dari pemaketan pekerjaan di Kementerian PUPR.

Pada tahun 2017 untuk belanja modal sebesar Rp 77,86 triliun yang terbagi menjadi 3.935 paket pekerjaan, 3.650 paket (93 persen) di antaranya memiliki nilai paket dibawah Rp 50 miliar dengan anggaran keseluruhan Rp 32,2 triliun yang dikerjakan seluruhnya oleh kontraktor swasta nasional.

Sebanyak 166 paket (4 persen) paket pekerjaan dengan nilai antara Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar, dikerjakan 90 persen oleh swasta nasional. Sementara untuk paket di atas Rp 100 miliar terdapat 119 paket yang dikerjakan 65 persen oleh BUMN Karya dan 35 persen oleh kontraktor swasta nasional.

Demikian halnya dengan pemaketan tahun anggaran 2018 hingga awal Juni, hampir 99 persen merupakan paket pekerjaan dengan nilai di bawah Rp 100 miliar sebesar Rp 39 triliun dari total Rp 59,9 triliun.

Untuk proyek konstruksi diatas Rp 100 miliar seperti bendungan, Kementerian PUPR juga telah melarang BUMN konstruksi untuk melakukan Kerja sama Operasi (KSO) dengan sesama BUMN konstruksi, kecuali PT Adhi Karya karena koefisien dasar (KD) nya masih rendah.

Basuki mengatakan KSO harus dilakukan dengan kontraktor swasta nasional. Nantinya apabila pekerjaan sudah selesai, kontraktor tersebut akan memiliki KD yang dipersyaratkan untuk mengerjakan sendiri pembangunan bendungan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement