Selasa 17 Jul 2018 23:44 WIB

Aptrindo Klaim Penindakan Truk Berpengaruh ke Harga

Aptrindo beralasan produsen tak memiliki cara lain untuk mendistribusikan barangnya

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah truk barang masih melintasi ruas jalan tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) pada Jumat (8/6). Hal itu tetap terjadi meski telah dikeluarkan imbauan pada truk barang untuk tidak melintas jelang puncak arus mudik.
Foto: Republika/Ahmad Fikri Noor
Sejumlah truk barang masih melintasi ruas jalan tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) pada Jumat (8/6). Hal itu tetap terjadi meski telah dikeluarkan imbauan pada truk barang untuk tidak melintas jelang puncak arus mudik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) memperkirakan akan ada dampak dari penerapan penindakan kendaraan barang bermuatan dan berdimensi lebih mulai 1 Agustus 2018. Wakil Ketua Aptrindo Kyatmaja Lookman mengatakan dampak tersebut akan terjadi langsung pada harga barang yang didistribusikan. 

"Di jangka pendek pasti (ada dampak). 1 Agustus diberlakukan, tanggal 2 Agustus itu harga pasti naik," kata Kyatmaja di Hotel Fairmount Jakarta, Selasa (17/7). 

Dia menjelaskan hal tersebut terjadi karena sudah tidak ada pilihan bagi para operator dan pemilik dalam mendistribusikan barangnya. Kyatmaja menyatakan operator atau pemilik barang mau tidak mau akan mengurangi kuota dan jumlah beban saat mendistribusikan barang. 

Menurutnya, kenaikan barang setiap industri akan berbeda-beda sesuai ongkos transportasi atau biaya logistik yang dikeluarkan. "Contoh air minum dalam kemasan itu ongkos distribusinya 60 persen ketika dia itu terdampak dua kali lipat dari muatannya berarti kenaikan bisa 60 persen dari barang dia," ungkap Kyatmaja. 

Hal tersebut menurutnya akan berbeda dengan industri susu yang biaya distribusinya hanya lima persen. Jika nantinya biaya distribusi harus dinaikan dua kali lipat, lanjut Kyatmaja, maka kenaikan harga susu hanya sekitar lima persen. 

"Jadi semua tergantung industrinya, tapi jangan lupa kita banyak industri primer artinya beras dan sayur. Karena mereka kompenen transportasinya akan besar," tutur Kyatmaja

Meskipun begitu, Kyatmaja mendukung upaya pemerintah tersebut karena tetap memberikan dampak positif namun akan terjadi untuk jangka panjang. "Untuk jangka panjang apa yang terjadi jika muatannya berkurang, kecepatan truk bertambah bisa 60 sampai 70 kilometer perjam, yang lain juga ikut. Tidak jadi bottle neck di jalan tol," jelas Kyatmaja. 

Hanya saja, Kyatmaja menilai apa yang akan diterapkan pemerintah terkait jembatan timbang memang akan mempengaruhi biaya logistik pemilik barang. Dia mencontohkan saat pengiriman barang sesuai muatan akan jauh lebih mahal dibandingkan overload

"Saya contohkan begini, tidak akan berdampak jika satu truk overload hingga 100 persen paling biaya hanya sekitar 20 persen. Tetapi ketika truk ditambah (sesuai jumlah muatan) maka akan bayar dua kali," ungkap  Kyatmaja.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan akan menindak kendaraan yang bermuatan dan berdimensi lebih. Penindakan tersebut dilakukan dengan memaksimalkan tiga lokasi pilot project Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang. 

Kendaraan yang bermuatan dan berdimensi lebih hingga 100 persen akan diturun kan di tiga jembatan timbang tersebut. Ketiga jembatan timbang tersebut yaitu UPPKB Losarang Indramayu Jawa Barat, UPPKB Balonggandu Karawang Jawa Barat dan UPPKB Widang Tuban Jawa Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement