REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Real Estat Indonesia Daerah Bali mengharapkan persyaratan untuk pengajuan kredit kepemilikan rumah (KPR). Khususnya bagi konsumen yang baru pertama memiliki hunian agar lebih diperlonggar sehingga mendorong pertumbuhan sektor properti.
"Harus ada formula yang memudahkan konsumen, syarat yang ketat dan rumit itu yang harusnya dilonggarkan," kata Ketua REI Bali Pande Agus Permana Widura, Kamis (12/7).
Salah satu contohnya, lanjut Pande, terkait syarat minimal bekerja dua tahun, sedangkan kebutuhan untuk memiliki rumah tidak tergantung dengan lamanya seseorang bekerja."Misalnya konsumen itu bekerja di kapal pesiar sedangkan syarat minimal bekerja dua tahun, padahal kebutuhan rumah mereka saat ini," ucapnya.
Pande mengharapkan dengan syarat yang dilonggarkan maka "backlog" atau kebutuhan rumah di Bali bisa ditekan. Per tahun 2017 backlog diperkirakan mencapai sekitar 400 ribu unit.
Selain karena persyaratan dalam KPR yang tergolong rumit, Pande mengatakan kendala lain yang menyebabkan pertumbuhan perumahan di beberapa kabupaten di Bali yakni karena harga lahan yang tergolong tinggi. Bahkan melampaui harga tanah di Jakarta.
Sektor properti di Bali, harap dia, dapat tumbuh kembali setelah sebelumnya melesu karena pengaruh ekonomi global. Sektor potensial yang memberikan efek berlipat bagi roda ekonomi itu juga kembali melesu setelah Gunung Agung pada September 2017 mengalami erupsi.
Erupsi mengakibatkan harga kebutuhan dasar pembangunan perumahan seperti pasir melonjak. Beberapa proyek perumahan khususnya di daerah Karangasem juga sempat terhenti karena imbas bencana alam itu.