REPUBLIKA.CO.ID, WAJO -- Sejumlah daerah di Tanah Air sedang mengalami musim kemarau April-Oktober 2018. Namun, sejauh ini, belum ada laporan menyangkut dampak serius musim kemarau itu pada sektor pertanian, khususnya tanaman padi.
"Menyangkut kekeringan, saya kira meskipun ada sejumlah daerah yang mengalami kekeringan, tapi dampaknya pada sektor pertanian, khususnya tanaman padi, belum dirasakan," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (9/7).
Seperti diberitakan Repubika.co.id, sebelumnya, sejumlah daerah mulai terdampak musim kemarau. Di antaranya, di Provinsi NTB, Jabar, Jateng, dan Jatim. Hanya saja, dampak musim kemarau itu tidak begitu parah. Meski demikian, para pemegang kebijakan di daerah-daerah tersebut tetap berlaku waspada dan telah menyiapkan segala antisipasi yang mungkin timbul.
Dikatakan Amran, pemerintah pun telah menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan bila dampak musim kemarau itu menimpa masyarakat petani. "Kami pun sudah menyiapkan bantuan-bantuan yang mungkin dibutuhkan petani terdampak musim kemarau. Ini agar pera petani tidak mengalami kerugian yang fatal," ujarnya.
Bantuan itu baik berupa, benih dan bibit padi, pupuk, asuransi usaha tanaman padi (AUTP) maupun peralatan pertanian lainnya. Karena itu, kata Amrah, di tengah musim kering, saat ini, kegiatan pengolahan, tanam, dan panen bisa tetap berjalan.
Kondisi itu pun, kata dia, dilakukan karena komitmen pemerintah akan program percepatan tanam dengan memberikan bantuan ke daerah berupa pompa air dan alat mesin pertanian lainnya. "Setiap tahun kita beli 40 ribu pompa air. Jadi walaupun musim kering, petani tetap bisa menjalankan usahataninya dari mulai pengolahan lahan, tanam dan, hingga panenan," paparnya.
Dan dengan itu pun, kata Amran, Indonesia mampu menempati posisi ke 16 dunia dalam sektor pertanian. "Ini karena ekspor pertanian kita pun naik 24 persen," ujar Amran.
Sementara itu, sejumlah petani di Kabupaten Wajo, menyebutkan, hingga saat ini, di daerahnya belum terjadi musim kemarau. "Masih ada hujan dalam beberapa hari terakhir," kata Landa (50 tahun), petani Mecero saat ditemui Republika.co.id.
Hal ini, kata dia, karena di wilayah Wajo musim hujan terjadi pada periode April-Oktober saat daerah-daerah lain justru memasuki musim kemarau. Sedangkan pada Oktober-April, Kabupaten Wajo justru mengalami musim kemarau.
Wajo merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang menjadi lumbung padi terbesar se-Sulawesi. Kabupaten Wajo memliki luas lahan sawah 99.720 hektare dengan produktivitas mencapai 6-7 ton per ha.
Bupati Wajo Andi Burhanuddin pada kesempatan yang sama mengatakan, Kabupaten Wajo menjadi andalan Provinsi Sulsel dan juga nasional menyangkut produktivitas hasil tani, khususnya beras. Menurut dia, dengan produksi padi yang meningkat, maka kesejahteraan masyarakat Wajo pun semakin membaik. "Alhamdulillah, dengan bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah, pertanian di Wajo berkembang dengan baik," ujarnya.
Sementara menyangkut musim kemarau yang dapat menyebabkan kekeringan pada lahan pertanian, Andi mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi musim kemarau itu dengan berbagai kegiatan. Di antaranya perbaikan-perbaikan saluran irigasi, penyediaan pompa air dan penyediaan bantuan benih dan bibit padi.
"Kami pun memiliki sumber mata air yang bisa dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Mudah-mudahan, musim kemarau tahun ini tidak berdampak signifikan," katanya.