Jumat 29 Jun 2018 11:00 WIB

Ini Teknologi di Balik Pembangunan Flyover Manahan Solo

Flyover Manahan Solo menggunakan teknologi corrugates mortar busa Pustajan

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono meninjau lokasi jembatan Kali Kenteng, di wilayah Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Rabu (13/6). Dari peninjauan ini Menteri PUPR mengungkapkan, proses penyelesaian jembatan di ruas tol seksi Salatiga- Kartasura ini butuh waktu dua bulan.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono meninjau lokasi jembatan Kali Kenteng, di wilayah Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Rabu (13/6). Dari peninjauan ini Menteri PUPR mengungkapkan, proses penyelesaian jembatan di ruas tol seksi Salatiga- Kartasura ini butuh waktu dua bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan Fly Over (FO) Manahan di Kota Solo rampung Oktober 2018. Flyover ini bertujuan mengatasi kemacetan akibat adanya perlintasan sebidang rel kereta Solo-Yogyakarta.

"Hingga 6 Juni 2018, progres konstruksi FO Manahan sesuai dengan rencana yakni 26 persen," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melalui siaran pers kepada Republika.co.id, Jumat (29/6).

Basuki mengatakan biaya pembangunan flyover sepanjang 600 meter dengan lebar sembilan meter tersebut sebesar Rp 43,05 miliar. FO Manahan diyakini akan memperlancar arus kendaraan dari Jalan Adi Sucipto dan Jalan MT Haryono ke arah Jalan Dr Moewardi dan sebaliknya.

Pembangunan FO Manahan dilakukan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VII, Ditjen Bina Marga bekerjasama dengan Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Balitbang PUPR menggunakan teknologi corrugated mortar busa Pusjatan. Teknologi ini merupakan pengembangan teknologi timbunan ringan mortar busa dengan struktur baja bergelombang. Teknologi yang sama pernah digunakan sebelumnya oleh Kementerian PUPR dalam membangun Flyover Antapani di Kota Bandung, Jawa barat yang diresmikan 2017 silam. 

"Kelebihan CMP adalah masa konstruksi yang lebih cepat 50 persen jika dibandingkan untuk konstruksi beton," ujar Basuki. Sementara jika menggunakan konstruksi beton butuh waktu 12 bulan, menggunakan teknologi CMP hanya memerlukan waktu enam bulan.

Selain lebih cepat dari sisi waktu pengerjaan, teknologi CMP juga lebih efisien dari sisi pembiayaan. Pelaksanaan konstruksi CMP juga tidak mengharuskan penutupan jalur kendaraan sehingga memberikan dampak yang sangat kecil terhadap kemacetan di sekitar lokasi konstruksi. 

Kelebihan CMP lainnya memiliki nilai estetis sehingga dapat menjadi suatu landscape dan bahkan bisa menjadi landmark suatu kawasan. Konsumsi bahan alam dalam konstruksi CMP jauh lebih rendah daripada konstruksi dengan teknologi beton sehingga ramah lingkungan.

Dalam periode 2015-2017, Kementerian PUPR telah membangun sebanyak 356 buah jembatan diberbagai wilayah di Indonesia dengan total panjang 22.808 meter. Untuk tahun 2018, pembangunan jembatan sebanyak 174 buah dengan total panjang 13.639 meter.

Selain jembatan juga dibangun flyover dan underpass, yang tujuan utamanya untuk mengurai kemacetan di kawasan perkotaan. Dalam periode tahun 2015-2017 telah dibangun 40 underpas/flyover dengan total panjang 11.325 meter. Pada 2018 akan dibangun 18 buah underpas/flyover dengan total panjang 2.691 meter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement