REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp 14.402 dibanding posisi sebelumnya Rp 14.394 per dolar AS. Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya yang masih berada di teritori merah.
"Penantian akan RDG Bank Indonesia dan masih adanya kekhawatiran ekonomi Indonesia akan terganggu dengan adanya perang dagang antara AS dan Cina membuat serta kembali meningkatnya credit default swap Indonesia di pasar global membuat laju rupiah kian mengalami pelemahan, bahkan melemah lebih dalam," kata analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Jumat (29/6).
Tidak hanya itu, lanjut Reza, adanya penilaian rupiah dihadapkan pada sentimen ekspektasi kenaikan suku bunga acuan the Fed menjadi empat kali pada tahun ini. Selain itu, tekanan dari defisit neraca perdagangan turut melemahkan rupiah.
Pergerakan rupiah diperkirakan masih dapat kembali melemah seiring belum beranjaknya sentimen negatif dan secara psikologis pelaku pasar juga belum berpihak pada rupiah.
"Meski laju USD masih melemah terhadap mata uang utama lainnya, namun masih adanya minat pelaku pasar terhadap mata uang safe haven selain USD untuk mengantisipasi masih adanya sentimen perang dagang AS-Tiongkok dikhawatirkan dapat membuat rupiah kembali melemah," kata Reza.
Adapun rupiah diestimasikan akan bergerak dengan kisaran support Rp 14.425 per dolar AS dan resisten Rp 14.378 per dolar AS.
Baca juga, Rupiah Kembali Melemah, Ini Penjelasan Sri Mulyani.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan rupiah harus dilihat dari benchmark terhadap negara lain maupun terhadap dolar AS sendiri. Menurut Sri, setiap saat ada pemicu pergerakan rupiah.
"Karena ini setiap hari ada pemicunya, apakah hari ini Presiden Trump bilang ini, kemudian policy-nya terhadap RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Jadi, ini akan terus dinamis yang akan harus kita terus respons, tidak harian, tapi kita jaga dari sisi yang disebut jangka menengah panjang," kata Sri setelah dipanggil Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/6).
Menkeu mengatakan, selama tahun ini pelaksanaan APBN bisa berjalan secara baik dan momentum pertumbuhan ekonomi tetap akan dijaga. Pemerintah akan memantau dan mengevaluasi setiap isu yang berkembang.
"Kita akan melihat banyak sekali segi itu. Jadi, kita tidak merespons setiap hari. Namun, kita melakukan apa yang disebut monitoring evaluasi dan reaksinya secara bersama-sama," katanya.