Rabu 27 Jun 2018 13:43 WIB

Mahasiswa RI di Swiss Ciptakan Cara Baru Pahami Isu Sawit

Dubes Muliaman Hadad mengapresiasi pendekatan baru memahami isu sawit.

Mahasiswa Indonesia bersama Dubes Indonesia untuk Swiss Muliaman Hadad terlibat dalam simulasi memahami isu sawit di Zurich, Swiss.
Foto: Kedubes Indonesia di Swiss
Mahasiswa Indonesia bersama Dubes Indonesia untuk Swiss Muliaman Hadad terlibat dalam simulasi memahami isu sawit di Zurich, Swiss.

REPUBLIKA.CO.ID  ZURICH -- Kelapa sawit di Eropa kerap kali dikampanyekan negative dari segi lingkungan dan kesehatan. Di sisi lain, Indonesia berupaya mendekati isuk elapa sawit dari aspek non-diskriminasi perdagangan dan upaya pengentasan kemiskinan mengingat besarnya jumlah tenaga kerja yang terlibat.

Maka dari itu, isu sawit di Eropa perlu mendapatkan pendekatan segar dan kreatif, salah satunya melalui simulasi role pla yisu  sawit yang dikenalkan pada rangkaian Latsis symposium 2018 “Scaling-up Forest Restoration” 6—9 Juni 2018 di ETH (Swiss Federal Institute of Technology) Zurich.

Simulasi sawit yang diciptakan oleh Nur Hasanah, seorang mahasiswi doctor asal Indonesia di ETH Zurich, digambarkan melalui role play dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), seperti antara lain Pemerintah (pusat dan daerah), Perusahaan (korporasi) Sawit, Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO), petani, dan kelompok tani sawit.  Melalui role play ini diharapkan masing-masing pihak dapat melihat isu sawit lebih komprehensif.

photo
Simulasi pendekatan baru memahami sawit di Swiss.


Simulasi ini dipimpin oleh seorang koordinator atau master yang mengatur diskusi antarpihak terkait dan menentukan scenario terutama menyampaikan perkembangan factor eksternal yang berada di luar kendali para pihak, sepert iperubahan cuaca, perkembangan harga sawit global, dan kebijakan pemerintah. Simulasi role play yang dijalankan mirip permainan monopoli yang masing-masing peserta memiliki tujuan atau target masing-masing dengan modal atau bekal yang dimilki masing-masing.

Selama simulasi yang dimainkan sekitar 1 jam ini, para peserta diberikan kebebasan untuk membentuk kesepakatan sesame petani dan melakukan negosiasi dengan perusahaan sawit. Simulasi berakhir dengan pemahaman para peserta atas pentingnya membangun visi yang sama yang dilandasi semangat salingmenguntungkan para pihak yang terlibat.

Duta Besar RI untuk Swiss, Muliaman Hadad, yang hadir dan ikut berpartisipasi dalam simualsi tersebut menyampaikan apresiasi terhadap simulasi yang dimainkan oleh berbagai pihak yang mewakil iberbagai pemangku kepentingan yang sengaja dating dari berbagai negara untuk mengikuti simulasi dimaksud.

photo
Simulasi memahami sawit di Swiss.


Dubes Muliaman mengatakan bahwa dengan simulasi ini dapat digambarkan bahwa isu sawit bukan masalah sederhana yang hanya dapat dilihat dari satu sisi saja karena tidak hanya terkait dengan kepentingan bisnis dan lingkungan hidup, tetapi juga kepentingan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan petani yang jumlahnya mencapai lebih dari 5 juta jiwa dan menyerap lapangan kerja tak langsung lebih dari 10 juta.

“Simulasi role play ini diharapkan mampu membuka mata, bahkan mengubah pandangan orang Eropa tentang isu sawit dengan perspektif yang lebih komprehensif,”ujar Dubes Muliaman.

“Pada dasarnya simulasi role play ini adalah strategi dan survivor,” tutur Nur Hasanah sang pencipta simulasi. “Bagaimana setiap peserta dituntut untuk mengatur strategi bertahan hidup dengan sumberdaya yang terbatas, tetapi perlu mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup di tengah tantangan yang bertubi-tubi.”

Nur Hasanah mengaku membutuhkan sekitar empat bulan menciptakan simulasi ini. Simulasi role play ini merupakan bagian dari penelitiannya dalam program doctor di salah satu universitas terbaik di dunia, ETH Zurich.

Gabiya, salah seorang peserta asal Lithuania, mengaku lebih tercerahkan tentang isu sawit melalui simulasi ini.  “Saya tidak membayangkan bagaimana sulitnya para petani sawi tskala kecil bisa bertahan hidup dengan segala tantangan yang ada,” ujarnya yang dating ke Swiss karena mengikut iLatsis Symposium di ETH Zurich.

Clara, peserta simulasi yang juga mahasiswa doktor ETH asal Prancis, mengutarakan pentingnya kolaborasi antara pengusaha sawit dengan para petani skala kecil untuk keberlanjutan lingkungan hidup. “Saya menjadi lebih paham, mengapa Pemerintah Indonesia menempatkan sawit sebagai prioritas, karena di antaranya memperhatikan kepentingan para petani skala keci lini.”

Sawit merupakan isu strategis bagi Indonesia karena sektor ini memberikan sumbangan besar bagi perekonomian nasional melalui peningkatan nilai tambah, kinerja nilai ekspor, penyerapan tenaga kerja, pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan kontribusi pada penerimaan negara.

Pendekatan kreatif melalui simulasi yang dikenalkan di ETH Zurich ini melengkapi pendekatan yang selama ini diupayakan oleh Pemerintah Indonesia dengan upaya membangun ekosistem supply chain; di mana korporasi dan petani sawit, serta pihak terkait saling bekerja sama untuk kepentingan yang saling menguntungkan.

Hasil seminar tentang sawit yang diselenggarakan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia dan Dicastery for Promoting Integral Human Development di Kota Vatikan (15/05/2018) juga mengakui seluruh rantai nilai minyak sawit memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, memberantas kemiskinan dan meningkatkan standar hidup di beberapa negara berkembang di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Selatan.

Sehingga penting untuk menghindari diskriminasi terhadap industry perkebunan di belahan dunia mana pun guna meningkatkan tingkat pendapatan petani keci lpedesaan, pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan memberikan peluang bisnis baru sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Meskipun bukan merupakan anggota Uni Eropa (UE), Swiss mengadopsi pendekatan positif terhadap komoditas kelapa sawit dari Indonesia melalui kerja sama pembangunan dan pembinaan bagi para petani di negara produsen, meskipun tidak sedikit LSM di Swiss menolak sawit atas alas an lingkungan hidup dan kesehatan.*

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement