Senin 25 Jun 2018 15:28 WIB

Presiden Jokowi Panggil Tim Ekonomi ke Istana

Pemerintah akan mendorong penguatan sektor riil.

Presiden Joko Widodo
Foto: Republika/Wihdan
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Tim Ekonomi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/6), untuk membahas kondisi ekonomi global, regional, maupun dalam negeri. Tim Ekonomi tersebut terdiri atas Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.

Tim Ekonomi masuk Istana pada pukul 10.00 WIB, setelah Presiden Jokowi menerima delegasi Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kano, dan keluar sekitar pukul 12.00 WIB.

Setelah bertemu Presiden, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan terus melihat dari sisi sektor ril dan kebijakan bisa difokuskan untuk membantu neraca pembayaran. "Kami akan terus melihat bagaimana policy terus difokuskan untuk membantu neraca pembayaran kita, terutama dari transaksi berjalan bisa dikurangi," kata Sri Mulyani.

Menkeu mengungkapkan,  jika perekonomian ingin maju terus, tetapi transaksi berjalan tetap dijaga dari sisi defisit, diperlukan kebijakan-kebijakan mengenai dukungan bagi ekspor, termasuk pariwisata, dan memperkuat pembangunan industri yang mensubstitusi produk impor.

Tim Ekonomi dan Presiden membahas respons secara bersama dari sektor riil seperti Menko Perekonomian atau Kementerian Keuangan untuk mendorong produk ekspor tersebut. "Dari sisi apakah intensif, apakah kemudahan, apakah itu dari perpajakan, dari bea cukai, kepabeanan dan juga dari makro prudensialnya Bank Indonesia serta makro prudential policy-nya di OJK," katanya.

Sri Mulyani mengatakan, penguatan kebijakan tersebut akan terus ditindaklanjuti agar bisa secara konkret memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri.

Menkeu juga mengatakan bahwa pertemuan Presiden dan Tim Ekonomi juga membahas keseluruhan, baik dari sisi kondisi ekonomi global, regional, maupun kondisi dalam negeri.

"Faktor apa saja, di satu sisi menjaga stabilitas penting, di satu sisi lagi bagaimana kita tetap mendorong agar pertumbuhan dan aktivitas ekonomi tetap berjalan secara lebih maju lagi," katanya.

Secara terpisah,  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar 1,52 miliar dolar AS pada Mei 2018. Defisit kembali terjadi setelah April 2018 juga terjadi defisit sebesar 1,63 miliar dolar AS. Secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2018, defisit neraca dagang makin melebar menjadi 2,83 miliar dolar AS.

"Pertumbuhan ekspor sebetulnya bagus, tapi pertumbuhan impornya jauh lebih tinggi," ujar Kepala BPS, Suhariyanto, di Jakarta, Senin (25/6). 

Impor pada Mei 2018 mencapai 17,64 miliar dolar AS. Suhariyanto menyebut, terjadi kenaikan impor sebesar 9,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, jika dibandingkan Mei 2017 terjadi peningkatan 28,12 persen.

Impor migas menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 20,95 persen (month to month/MTM) menjadi 2,81 miliar dolar AS. Sementara itu, impor nonmigas naik 7,19 persen (MTM) menjadi 14,89 miliar dolar AS.

Menurut penggunaan barang, impor barang konsumsi melonjak akibat kebutuhan Ramadhan. Suhariyanto memerinci, impor barang konsumsi Mei 2018 sebesar 1,73 miliar dolar AS. Nilai impor itu mengalami peningkatan 14,48 persen (MTM) dan 34,01 persen (YOY).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement