REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsumsi rumah tangga ditengarai bakal mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018.
Ekonom dari Indonesia for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan, momen Ramadhan dan Lebaran berdampak pada konsumsi rumah tangga cenderung lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya. Lebaran tahun ini juga terdapat libur lebih panjang sehingga diharapkan masyarakat belanja lebih banyak.
Selain itu, ada dorongan tunjangan hari raya (THR) yang naik signifikan. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak mendapat THR tahun lalu, sekarang sudah mendapat THR. "Ada kekuatan konsumsi lebih tinggi tahun ini. Konsumsi rumah tangga bisa tumbuh 5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi karena didominasi konsumsi rumah tangga bisa 5,1 persen sampai 5,15 persen," terangnya saat dihubungi, Senin (18/6).
Baca juga, BI: THR dan Gaji ke-13 Dorong Konsumsi
Bhima menambahkan, pencairan THR di banyak daerah juga berdampak kepada peningkatan belanja pemerintah meskipun porsinya 90 persen dari PDB. Namun, ada dorongan dari tahun lalu yang tidak ada.
"Konsumsi bisa naik karena libur panjang orang-orang tidak hanya pulang kampung tapi juga wisata dan menginap di hotel. Jadi dorongan dari sisi sektor pariwisata bisa mendrongkrak," imbuhnya.
Secara keseluruhan tahun, Bhima memprediksi perumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5,1 persen. Nantinya pertumbuhan ekonomi pada kurtal ketiga dan kuartal akan didorong investasi dan ekspor.
Baca juga, BI Siap Tampung Uang Masuk Pascalebaran
Meski demikian, pada kuartal ketiga dan keempat ada faktor perang dagang kemudian pengetatan moneter global karena suku bunga acuan Bank Sentral AS The Federal Reserve naik. Selain itu, tahun ini tahun politik sehingga banyak investor yang mengerem investasi di Indonesia. Dengan demikian, hal itu akan menekan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga dan keempat, sehingga tidak bisa mencapai 5,3 persen. Bahkan, level 5,2 persen juga dinilai agak berat.
"Bisa bertahan seperti tahun lalu sebesar 5,07 persen saja sudah optimistis karena tantangan tahun ini lebih kompleks, karena ada harga komoditas yang tidak stabil," ujarnya.