Senin 18 Jun 2018 16:07 WIB

RDG BI Bulan Ini Bahas Upaya Preemptive Kenaikan Suku Bunga

BI siap melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan pers di kantor pusat BI, Jakarta, Jumat (8/6).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan pers di kantor pusat BI, Jakarta, Jumat (8/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Bank Indonesia bulan Juni pada 27-28 Juni 2018 akan membahas mengenai langkah-langkah preemptive menyikapi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed). 

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan, pada saat RGD tambahan pada akhir Mei 2018, pasar masih memprediksi kenaikan suku bunga AS sebanyak tiga kali tahun ini. Kenaikan sampai empat kali probabilitasnya masih di bawah 50 persen. Namun, hasil rapat FOMC Bank Sentral AS pada Juni 2018 menyatakan probabilitas kenaikan suku bunga sampai empat kali sudah di atas 50 persen. 

Di samping itu, BI juga mengantisipasi risiko geopolitik dan risiko perekonomian global yang dinilai perlu direspons secara cepat. Perry menyatakan, BI siap untuk melakukan langkah-langkah kebijakan preemptive, front loading dan a head the curve untuk mengantisipasi dan memitigasi dampak eksternal untuk menjaga stabiltias ekonomi Indonesia khususnya stabilitas nilai tukar.

"Dalam RDG yang akan datang kami akan membicarakan langkah-langkah preemptive itu termasuk kemungkinan kenaikan suku bunga yang perlu untuk melakulan kebijakan yang preemptive, front loading dan a head the curve," terang Perry kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu. 

Perry menambahkan, kebijakan preemptive tersebut akan selalu diikuti dengan kebijakan yang mengurangi atau bisa mengimbangi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Dia menegaskan, tidak selalu jika suku bunga naik maka pertumbuhan ekonomi turun. "Karena kenaikan suku bunga yang kemarin kita lakukan kami ikuti dengan pelonggaran likuiditas, itu juga akan terus kami lakukan," imbuhnya.

Menurutnya, BI juga siap melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial khususnya loan to value (LTV) untuk sektor perumahan. Sebab, sektor perumahan merupakan salah satu sektor yang mendahului terhadap pertumbuhan ekonomi. "Itu akan kami longgarkan sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi perumahan," jelasnya. 

Dia menganalogikan, Bank Indonesia memiliki satu jamu pahit berupa kebijakan moneter untuk stabilitas. Tetapi BI punya empat jamu manis untuk mendorong pertumbuhan yaitu pelonggaran makroprudensial, pendalaman pasar keuangan untuk pembiayaan infrastruktur, sistem pembayaran untuk digital ekonomi finance dan ekonomi keuangan syariah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement