REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi mengatakan, serapan beras Bulog saat ini sebesar 896 ribu ton, lebih rendah dari tiga tahun terakhir. Alasannya, karena harga gabah yang tinggi di angka Rp 4.500 per kg hingga Rp 4.600 per kg.
"Beras yang kami beli Rp 8.030 di petani atau pertanian mungkin Rp 8.200," katanya saat ditemui di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (5/6). Ia menambahkan, harga beras tinggi karena kualitas gabah yang dihasilkan tahun ini lebih bagus dari tahun lalu.
Pemerintah berupaya menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras menjadi Rp 8.900 per kg guna menekan harga di tingkat konsumen. Penurunan HET ini diakui Andrianto tidak mempengaruhi Bulog, tapi akan berdampak pada serapan karena harga yang tidak menarik lagi.
Stok Bulog saat ini sebanyak 1.490.000 ton per Senin (4/6). Pengadaan dalam negeri sekitar 800-an ribu dan 190 ribu ton beras komersial. "Impor 500 ribu ton," kata dia.
Menanggapi harga di tingkat petani yang tinggi, Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo menilai perlu adanya revisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Namun ia meminta pemerintah untuk mematangkan dulu revisi tersebut karena risikonya adalah konsumen.
"Ada usulan tapi kita sudah minta matangkan. Kalau dari kelompok tani minta naik tapi kan jaminannya di subsidi pemerintah tambah besar siapa tanggung jawab nanti inflasi di mana-mana?" ujar dia.
Petani mengancam tak akan menjual gabah hasil produksi mereka jika kebijakan itu diterapkan. "Bentuk perlawanan petani tidak dengan demo, tapi dengan cara menahan gabah," ujar Ketua Umum KTNA Winarno Thohir, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/6).
Bagi Winarno, penurunan HET beras medium tidak masuk akal mengingat harga keekonomian beras yang makin tinggi. Ia menjelaskan, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah tidak pernah naik selama tiga tahun terakhir. Sementara, harga jualnya terus ditekan.