Selasa 05 Jun 2018 04:41 WIB

Pemerintah Tambah Subsidi Solar Rp 2.000 per Liter

Penambahan subsidi dilakukan karena harga minyak dunia yang terus naik.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Pengunjung mengisi BBM subsidi solar.
Foto: Republika/ Wihdan
Pengunjung mengisi BBM subsidi solar.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN --  JAKARTA -- Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengatakan, pemerintah menetapkan besaran subsidi solar sebesar Rp 2.000 per liter. Hal itu berdasarkan hasil rapat dan perhitungan yang dilakukan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Pertamina.

Djoko menjelaskan, keputusan penambahan subsidi sebesar Rp 2.000 per liter karena harga minyak dunia yang terus merangkak naik. Belum lagi di tengah harga jual dari badan usaha lain yang juga turut merangkak, pemerintah menilai perlu menambah besaran subsidi kepada Pertamina agar tidak terlalu berat.

"Harga minyak dunianya naik, ya kita tambah 2.000 biar Pertamina gak berat-berat amat," ujar Djoko di Kementerian ESDM, Senin (4/6) malam.

Selain itu, Djoko menegaskan, kenaikan rencana subsidi ini juga mempertimbangkan agar masyarakat tidak terbebani. Apalagi, menjelang Lebaran. Jika Premium sesuai dengan harga keekonomian, harganya sudah setara Pertamina Dex.

Namun, terkait mekanisme penambahan subsidi solar, Djoko mengatakan, hal tersebut merupakan kewenangan Kementerian Keuangan. Pihaknya hanya mengusulkan seperti apa kondisi harga dan perhitungannya.

"Ya, kalau mekanismenya gimana tanya sama Menkeu. Kita sudah ajukan hitungannya. Nanti apakah mau lewat APBN P, DPR, atau seperti apa kewenangannya di Kemeneku," ujar Djoko.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengusulkan tambahan subsidi untuk solar kepada Pertamina sebesar Rp 1.500. Hal ini dilakukan di tengah harga minyak dunia yang terus naik.

Seperti diketahui, laba Pertamina pada 2017 anjlok 24 persen dari semula Rp 42,3 triliun menjadi Rp 34,41 triliun. Untuk mengganti kompensasi ini, rencananya pemerintah akan menambah subsidi solar. "Kan harga minyak memang naik, tidak sesuai prediksi APBN kemarin. Nah, kita tambah saja subsidinya," ujar Djoko di  Kementerian ESDM, Kamis (3/5).

Selama ini pemerintah memberikan subsidi ke solar dan elpiji. Menurut Djoko, mekanisme penambahan subsidi merupakan jalan tengah bagi pemerintah dan Pertamina. Sebelumnya, Pertamina meminta kompensasi turunnya laba Pertamina dengan pemerintah mengambil bagian keuntungan di sektor hulu. Namun, menurut Djoko, itu tidak efisien.

Ia menilai, dengan menambah subsidi di sektor hilir, tidak hanya akan mengurangi beban Pertamina dalam mendistribusikan BBM, tetapi juga berdampak langsung kepada masyarkat. "Jadi, kan harganya tetap dan tidak naik," ujar Djoko.

Djoko mengatakan, jika pemerintah mengambil bagian di sektor Hulu, yaitu mematok harga minyak untuk konsumsi publik sesuai dengan APBN, akan lebih rumit. Ia menilai, harga minyak selalu bergerak secara fluktuatif tanpa bisa diprediksi.

"Setiap hari itu berubah. Artinya, sekarang jadi avtur dua liter, mungkin besok jadi 2,5 liter. Jadi, ribet menghitungnya perlu proses yang agak panjang. Kita harus menghitung lagi, bikin formula lagi. Angkanya itu bisa enggak pasti," ujar Djoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement