Senin 28 May 2018 14:43 WIB

Gapensi Minta Proyek Rp 100 Miliar Bisa Dikelola Swasta

Gapensi meminta BUMN tak hanya berkolaborasi dengan anak usaha saja

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Foto udara proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo seksi IV di Boyolali, Jawa Tengah (19/5).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Foto udara proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo seksi IV di Boyolali, Jawa Tengah (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) meminta agar proyek pemerintah yang nilainya Rp 100 miliar dapat diserahkan kepada kontraktor lokal. Adapun, sebelumnya batas nilai proyek pemerintah yang tidak boleh digarap perusahaan negara atau perusahaan besar yakni kurang dari Rp 50 miliar.

Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa mengatakan, permintaan ini telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam Rapimnas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia beberapa waktu lalu. Permintaan tersebut kembali diutarakan oleh Gapensi ketika beraudiensi dengan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla.

"Limit project yang dari Rp 50 miliar yang kelas menengah akan dinaikkan jadi Rp 100 miliar, pak wakil presiden akan menyampaikan lagi kepada pak menteri pekerjaan umum supaya mengimplementasikan nilai tersebut, sehingga memberikan kesempatan kepada pengusaha swasta, jadi ada sinergi, jangan BUMN bersinergi dengan anak BUMN tapi dengan swasta, itu harapan kami," ujar Andi ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (28/5).

Sebelumnya perusahaan BUMN dilarang menggarap proyek konstruksi pemerintah di bawah Rp 50 miliar. Tujuannya untuk membuka kesempatan kepada pengusaha daerah menjadi pelaku usaha di daerahnya sendiri.

Selain itu, kesepakatan antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian BUMN ini ditujukan mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektivitas daerah. Karena itu, guna memperkecil kesenjangan pasar, kemitraan antara kontraktor kecil dan menengah dengan pengusaha besar harus ditingkatkan, selain membatasi nilai proyek bagi usaha besar dan BUMN .

Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Ruslan Rivai mengatakan, peraturan mengenai jasa konstruksi sudah terbut sejak 12 Januari 2017 yakni melalui UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Saat ini, pengusaha konstruksi swasta nasional masih menunggu penyusunan aturan undang-undang tersebut dalam bentuk peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Ruslan berharap, peraturan tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi bisa dibuat dalam satu aturan.

"Inilah yang kami sampaikan ke pak wapres bahwa khusus untuk peraturan tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi itu satu aturan, artinya kalau sekarang ada aturan menteri PU (pekerjaan umum) dan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah), nanti diharapkan cuma satu aturan dan satu data," kata Ruslan.

Pada masa pemerintahan Jokowi (2015-2019), total proyek infrastruktur sebesar Rp 4 ribu triliun. Dari jumlah tersebut porsi yang digarap BUMN sekitar 55 persen dan hanya dikerjakan oleh 8 kontraktor. Dari total anggaran yang dibutuhkan, kemampuan APBN hanya 33 persen atau sekitar Rp 1.551 triliun. Sisanya, pemerintah menyerahkan kepada BUMN sebesar Rp 1.175 triliun ekuivalen 25 persen dan Rp 1.974 triliun atau sekitar 42 persen kepada swasta.

Sekadar informasi, dari 3.953 paket pekerjaan senilai Rp 77,86 triliun yang dimiliki Kementerian PUPR pada tahun lalu, 93 persen diantaranya atau 3.650 paket senilai Rp 32,29 triliun digarap kontraktor kecil dan menengah. Dari total 4.971 paket senilai Rp 59,96 triliun, 4.776 paket senilai Rp 31,76 triliun digarap kontraktor kecil dan menengah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement