Jumat 25 May 2018 05:31 WIB

BWI Dorong Wakaf Produktif Secara Komersial

BWI memprioritaskan peningkatan pemahaman atau literasi wakaf.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Budi Raharjo
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh (kedua kanan) bersama Rektor UI Muhammad Anis (kedua kiri) dan tamu undangan bersiap berfoto pada pembukaan acara Wakaf Goes to Campus di Kampus UI Salemba, Jakarta, Kamis (24/5).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh (kedua kanan) bersama Rektor UI Muhammad Anis (kedua kiri) dan tamu undangan bersiap berfoto pada pembukaan acara Wakaf Goes to Campus di Kampus UI Salemba, Jakarta, Kamis (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Badan Wakaf Indonesia (BWI) mendorong pemanfaatan wakaf secara produktif dengan mengomersialisasi aset-aset wakaf. Hal tersebut akan menciptakan nilai manfaat lebih besar dan meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian.

Ketua BWI Muhammad Nuh mengatakan, wakaf produktif sudah mendapatkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan prinsip, induk tidak boleh berkurang. Hasil dari pemanfaatan induk bisa dimanfaatkan oleh orang lain.

"Komersial itu larinya untuk mendapatkan value creation. Nilainya bertambah. Kalau tanah wakaf hanya dipakai sekolah, tidak signifikan. Tapi kalau untuk sekolah, pertokoan, dan lainnya maka bisa dipakai untuk membiayai sekolah, masjid, panti asuhan, dan fakir miskin," kata Nuh kepada wartawan di sela-sela acara Wakaf Goes to Campus di kampus Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta, Kamis (24/5).

Mantan menteri pendidikan RI tersebut menjelaskan, BWI memprioritaskan peningkatan pemahaman atau literasi wakaf. Setelah itu, gerakan pengumpulan wakaf. Kemudian, pengelolaan wakaf secara produktif agar manfaatnya bisa lebih besar sehingga penerima manfaat lebih banyak.

Nuh mencontohkan, BWI mengelola aset tanah wakaf di wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Jika tanah tersebut dikomersialisasikan, akan bermanfaat untuk membiayai masyarakat lebih banyak.

Di samping itu, BWI tengah melakukan sinergi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, dan Bappenas membahas pemanfaatan wakaf untuk menunjang keuangan negara. "Kami mau integrasikan satu sistem keuangan negara dengan BI, OJK, Kemenkeu dan Bappenas sedang merumuskan dari sisi syar'i oke sehingga potensi wakaf bisa membantu keuangan negara," ujarnya.

Lembaga-lembaga tersebut antara lain membahas mengenai instrumen-instrumen yang masuk dalam sistem keuangan negara. Misalnya, surat berharga syariah (sukuk) dan lainnya.

Upaya lainnya, BWI mendorong para pengelola wakaf (nazir) untuk terlibat dalam pembangunan nasional, salah satunya dengan membeli sukuk. Menurut Nuh, saat ini sudah ada nazir yang menginvestasikan dana wakaf pada instrumen sukuk. Para nazir tersebut juga didorong untuk masuk ke pasar modal dengan membeli saham-saham emiten syariah.

"Kami berhatap melalui perwakafan itu para nazir membeli sukuk sehingga dengan demikian wakaf menjadi instrumen sistem keuangan negara," katanya.

Di sisi lain, BWI terus berupaya mengintegrasikan para nazir agar dapat bekerja sama dalam memanfaatkan dana wakaf. Selama ini, lanjut Nuh, para nazir menjalankan proyek mereka masing-masing. "Ide yang baru ini mau kami integrasikan sinergikan ramai-ramai membangun proyek baru yang didanai dari wakaf yang dikelola beberapa nazir," ungkapnya.

Dia mencontohkan, wilayah tertentu yang belum memiliki rumah sakit bisa dibangun rumah sakit dari dana wakaf. Begitu juga misalnya ada sekolah yang tidak layak maka dibangun kembali dengan dana wakaf.

Dari sisi pemahaman masyarakat, Nuh menilai masih dibutuhkan edukasi dan sosialisasi. Sebab, masyarakat selama ini masih beranggapan wakaf hanya benda statis, seperti tanah, masjid, dan permakaman. Padahal, wakaf bisa dinamis, misalnya wakaf uang, wakaf kendaraan, sampai wakaf saham.

Bahkan, periode wakaf bukan hanya permanen, melainkan bisa temporer. Misalnya, seseorang mewakafkan uang sebesar Rp 10 juta dalam waktu lima tahun. Setelah lima tahun, uang tersebut bisa diambil kembali.

Saat ini, jumlah aset wakaf berupa tanah mencapai hampir 5 miliar hektare di seluruh Indonesia. "Semua orang tahu potensi wakaf. Tapi potensi yang sangat besar tadi jika dilakukan konversi menjadi kekuatan sangat dahsyat untuk meningkatkan kesejahteraan," ujarnya.

Di sisi lain, Nuh menilai pentingnya edukasi mengenai wakaf sejak dini. Karena itu, BWI menginisiasi Wakaf Goes to Campus. Universitas Indonesia menjadi kampus pertama yang disasar BWI. Kegiatan tersebut bertujuan menyosialisasikan wakaf kepada mahasiswa dan masyarakat umum di wilayah Jabodetabek, serta meningkatkan kesadaran dan minat wakaf.

Sementara itu, Rektor Univeraitas Indonesia Muhammad Anis menyatakan, diperlukan komunikasi intensif demi menjadikan wakaf untuk mengerakkan ekonomi sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Menuru dia, Wakaf Goes to Campus tersebut bermanfaat untuk melihat potensi para civitas academica. Kemajuan ekonomi tidak hanya membutuhkan kecerdasan, tetapi juga kreativitas. "Kita memerlukan kreativitas sehingga bisa memanfatakan sumber yang bisa dimanfaatkan untuk membangun Indonesia," kata Anis.

Anis menilai, Wakaf Goes to Campus sangat penting untuk meningkatkan literasi terhadap wakaf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement