REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, aksi teror di Surabaya tidak akan berdampak signifikan pada sentimen perekonomian. Investor kini lebih memperhatikan data-data ekonomi makro.
"Saya optimistis penanganan dari aparat keamanan untuk mengembalikan kondisi di Surabaya bisa berjalan cepat. Jadi, efek yang ditimbulkan ke kepercayaan investor juga kecil," ujar Bhima ketika dihubungi Republika, Ahad (13/5).
Bhima mencontohkan, peristiwa kerusuhan di Mako Brimob beberapa hari lalu tidak berdampak ke sentimen pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (9/5) ditutup naik 2,31 persen dan pada Jumat (11/5) naik 0,83 persen.
"Ada perbedaan efek dari bom seperti bom Bali atau bom JW Marriott dengan aksi teror belakangan ini yang sifatnya menyerang target warga lokal dan aparat keamanan. Tapi pemerintah dan aparat keamanan tetap harus mewaspadai ancaman terorisme berdekatan dengan penyelenggaraan event besar seperti Pilkada, Asian Games dan pertemuan IMF-World Bank," ujar Bhima.
Menurut Bhima, saat ini Investor lebih mencermati data-data ekonomi makro dan tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve. Ia bahkan memprediksi, IHSG justru dibuka menguat ke level 6.000 hingga 6.100 pada pekan depan.
Sedangkan, untuk iklim dunia usaha di Surabaya juga diprediksi tidak terlalu terdampak. Bhima menilai, prospek bisnis di Surabaya masih cerah dengan tingkat populasi kelas menengah yang semakin besar.
"Tahun 2017 lalu pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 5,45 persen atau lebih tinggi dari rata-rata nasional yang 5,1 persen. Pengembangan kawasan industri di sekitar Surabaya juga bagus. Dampak dari teror hari minggu ini kecil sekali. Pelaku usaha saya kira sangat rasional melihat prospek jangka panjang," ujar Bhima.