Kamis 10 May 2018 22:21 WIB

OJK Dorong Pengembangan Fintech yang Transparan

Transparansi, perlindungan konsumen dan pengawasan perlu dikedepankan.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua DK OJK Wimboh Santoso
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua DK OJK Wimboh Santoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pengembangan financial technology (fintech) di Indonesia. Hal tersebut sebagai bagian komitmen OJK untuk terus mendukung pengembangan inovasi pada sektor jasa keuangan dengan mengedepankan transparansi, perlindungan konsumen dan pengawasan berdasarkan market conduct dalam menjalankan proses bisnisnya.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam sambutannya pada acara The 1st International NextlCorn Summit Indonesia The Digital Paradise, di Bali, Kamis (10/5). Wimboh menjelaskan, manfaat fintech yang dapat dirasakan oleh masyarakat antara lain, kemudahan transaksi keuangan melalui digitalisasi, meminimalkan biaya, serta dapat meningkatkan tingkat inklusi keuangan masyarakat. "Hal ini juga secara tidak langsung dapat menjawab tantangan yang sedang dihadapi negara kita yaitu kesenjangan ekonomi dan inklusi keuangan yang masih rendah," jelas Wimboh seperti tertulis dalam siaran pers.

Menurut Wimboh, potensi Indonesia untuk mengembangkan fintech sangat besar. Hal itu mengingat jumlah penduduk yang besar, jumlah pengguna internet yang mencapai 132,7 juta, serta 50 juta masyarakat yang menjadi pengusaha UMKM dan belum mempunyai akses keuangan.

Potensi dan perkembangan fintech yang pesat juga memunculkan berbagai tantangan. Antara lain, meningkatnya kompetisi di industri jasa keuangan serta kesenjangan kapasitas yang dimiliki regulator dalam mengawasi industri jasa keuangan.

Peningkatan kompetisi ini dapat mendorong industri jasa keuangan untuk terus berinovasi dalam menghasilkan pelayanan dan produk yang lebih baik. "Sedangkan, regulator juga dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan untuk mampu meregulasi dan mengawasi secara efektif untuk menjaga sistem keuangan yang stabil," terangnya.

Pada 2016, OJK telah mengeluarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK tersebut diharapkan dapat mendorong peran industri jasa keuangan untuk menyediakan akses yang cepat dan mudah terkait pendanaan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman.

Hingga Maret 2018, terdapat 51 perusahaan fintech yang telah terdaftar dan memiliki ijin dari OJK. Sebanyak 39 perusahaan dalam proses pendaftaran, 35 dokumen perusahaan dikembalikan serta 38 perusahaan menyatakan ketertarikan untuk mengembangkan platform fintech lending.

Pada akhir Desember 2018, diperkirakan terdapat 163 perusahaan fintech lending yang akan terdaftar di OJK.

Sampai Maret 2018, jumlah pemberi dana dan peminjam meningkat 602,73 persen dan 582,37 persen (yoy) dari Desember 2016 ke Desember 2017. Jumlah dana pinjaman pada periode ini juga meningkat sebesar 802,32 persen. Pada Maret 2018, perusahaan fintech telah melayani 146 ribu pemberi dana dan lebih dari 1,03 juta peminjam dengan total dana sebesar Rp 4,47 triliun.

Ke depan, prinsip pengaturan fintech yang akan dilakukan oleh OJK, antara lain principle based regulation, mendukung pengembangan ekosistem fintech, membangun budaya inovasi, mempromosikan capacity building. Juga menjaga keberlangsungan bisnis serta keamanan data, menerapkan manajemen risiko yang efektif serta meningkatkan kolaborasi dan pencapaian.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement