REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo masih menganggap wajar depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar AS. Ini karena pelemahan tersebut juga dialami mata uang lain.
"Kalau terjadi depresiasi, kami menganggap itu sebagai suatu hal yang wajar," kata Agus ditemui di BI, Jakarta, Kamis (3/5).
Bank Indonesia terus mengawasi depresiasi tersebut dan akan membahasnya dalam pertemuan rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 Mei 2018."Kami akan jaga supaya volatilitas tetap dalam batas yang wajar dan BI mau menjamin bahwa likuiditas dari valuta asing dan rupiah ada, dan kalau ada sedikit volatilitas itu mencerminkan komitmen BI yang menerapkan flexible exchange rate," kata Agus.
Selain itu, Agus juga mengatakan tekanan terhadap rupiah perlu dilihat dari sudut pandang persentase, bukan nominalnya. Hal tersebut dikarenakan satu dolar AS sama dengan lima digit rupiah.
Ia menyebutkan persentase pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih lebih kecil dibandingkan dengan negara lain, misalnya Turki atau Brazil."Ini kalau seandainya persentase ada depresiasi, misalnya 1 persen atau 2 persen, kelihatannya di Indonesia jumlahnya besar. Tetapi sebetulnya yang seharusnya kita lihat adalah persentase," ujar Agus.
Kondisi tersebut memunculkan tantangan untuk dilakukannya redenominasi atau penyederhanaan jumlah digit dalam mata uang.
Namun, Agus mengungkapkan bahwa pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang Redenominasi Rupiah masih belum akan berjalan hingga 2019 mendatang.
"Tetapi mungkin kalau kita bisa, di tahun 2019 atau 2020 bisa masuk dalam RUU Redenominasi Mata Uang," ucap dia.
Kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis (3/5) sebesar Rp 13,965 per dolar AS melemah dari hari sebelumnya, Rp 19.936 per dolar AS.