Selasa 01 May 2018 21:10 WIB

PT Pos Indonesia Apresiasi Empat Tuntutan SPPI

Serikat pekerja meminta PT Pos segera lakukan transformasi bisnis dan layanan publik.

PT Pos Indonesia (Persero)
PT Pos Indonesia (Persero)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), Serikat Pekerja PT Pos Indonesia (SPPI) menyampaikan tuntutan kepada internal perusahaan untuk segera melakukan transformasi bisnis. SPPI juga meminta pemerintah menghapus aturan yang dinilai seringkali merugikan seluruh karyawan Pos Indonesia.

Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI), Rhajayasantosa mengatakan, serikat pekerja mendesak Direksi & Manajemen PT Pos Indonesia untuk segera melakukan transformasi bisnis dan layanan publik pos diantaranya PT Pos Indonesia menjadi backbone logistik e-commerce Indonesia, dan realisasikn Pos Indonesia sebagai backbone perposan sesuai dengan perintah UU No. 38 thn 2009 tentang pos. 

''Kami meminta direksi dan manajemen untuk mengubah budaya kerja, sistem kesejahteraan karyawan dan transparansi karier bagi seluruh karyawan PT Pos Indonesia. SPPI mengusulkan salah satu caranya dengan menggunakan lelang jabatan di perusahaan,'' ujar Rhajayasantosa di Jakarta, Selasa (1/5).

Kemudian, kata Rhajayasantosa, SPPI mendesak pemerintah untuk melakukan pembayaran dana Public Service Obligation (PSO) yang sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR. SPPI mendesak agar Presiden memerintahkan Menkominfo untuk segera mengeksekusi pembayaran PSO sebesar Rp300 Miliar kepada PT Pos Indonesia.

''Terakhir, SPPI mendesak kepada pemerintah untuk segera mensahkan RPP menjadi PP terkait status Pensiunan PT Pos Indonesia agar setara secara hak dengan PNS,'' ujarnya. 

Menanggapi tuntutan SPPI, Corporate Secretary PT Pos Indonesia, Cahyat Rohyana mengatakan, direksi dan manajemen saat ini sudah berlari untuk melakukan transformasi bisnis dan mereformasi budaya perusahaan menjadi lebih agile dan berketahanan (resilien).

''Manajemen melihat aspirasi SPPI sebagai dorongan energi positif yang sangat diperlukan agar transformasi dan perubahan budaya kerja ini dapat lebih segera terimplementasi di seluruh jajaran dan elemen di Pos Indonesia,'' kata Cahyat Rohyana dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/1/2018).

Cahyat menjelaskan, PSO sebagai bantuan operasional bagi BUMN yang melayani kebutuhan publik atau Layanan Pos Universal (LPU) sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Tarif yang ditentukan pemerintah untuk melaksanakan LPU ini berada di bawah biaya yang dikeluarkan Pos Indonesia.

''Karyawan yang bekerja di lapangan di seluruh pelosok negeri tentunya juga mengetahui bahwa perusahaan mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk menyelenggarakan LPU. Sedangkan kompensasi pemerintah dalam bentuk bantuan operasional PSO tidak cukup untuk mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan. Apabila realisasi PSO ini tertunda lebih lama lagi maka hal ini akan berpengaruh terhadap cashflow perusahaan,'' ungkapnya.

Perihal RPP terkait status penyetaraan Pensiunan Pos, lanjut Cahyat, hal ini sudah menjadi aspirasi bersama manajemen, pensiunan dan SPPI yang telah diperjuangkan lebih dari 10 tahun. 

''Pemerintah (BAKN, Kemkominfo, Sekneg, Kemenkeu, Kemenpan RB) juga telah merespsonnya sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Saat ini, RPP tersebut masih dalam proses,'' pungkasnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement