Kamis 26 Apr 2018 20:09 WIB

Gubernur BI: Ruang Penyesuaian Suku Bunga Terbuka

BI menyebut penguatan dolar AS terjadi kepada hampir semua mata uang dunia.

Rep: n binti sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memaparkan penjelasan saat konferensi pers terkait langkah BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di Jakarta, Kamis (26/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memaparkan penjelasan saat konferensi pers terkait langkah BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di Jakarta, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo, menyatakan ruang penyesuaian suku bunga BI 7 Days Reserve Repo Rate tidak tertutup alias masih terbuka. 

Agus menekankan, ruang penyesuaian suku bunga terbuka apabila tekanan terhadap nilai tukar terus berlanjut serta berpotensi menghambat pencapaian sasaran inflasi dan menganggu stabilitas sistem keuangan. "Kebijakan ini tentunya akan dilakukan secara berhati-hati, terukur, dan bersifat data dependence, mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan," kata Agus dalam konferensi pers menyikapi nilai tukar rupiah, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (26/4). 

Agus menjelaskan, depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia (broad based). Penguatan dolar AS tersebut sebagai dampak dari berlanjutnya kenaikan yield treasury AS atau suku bunga obligasi negara AS mencapai 3,03, tertinggi sejak 2013.

"Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada kuartal II antara lain untuk keperluan pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) dan pembiayaan impor, juga pembayaran dividen," jelasnya. 

Agus merinci, sampai 26 April 2018, rupiah terdepresiasi sebesar -0,88 persen (mtd). Depresiasi rupiah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara Asia lain, seperti Thailand Bath -1,12 persen (mtd), Malaysia Ringgit -1,24 persen (mtd), Singapura Dolar -1,17 persen (mtd), Korea Selatan Won -1,38 persen (mtd), dan India Rupee -2,4 persen (mtd). Depresiasi tersebut terhitung mulai 1 April 2018 sampai 26 April 2018. 

Agus menambahkan, jika sampai terjadi angka Rp 13.800 atau Rp 13.900 per dolar AS, masyarakat dan para investor diminta melihat dari sisi presentase. "Kalau hari ini dibandingkan kemarin kita ada apresiasi 0,22 persen. Kalau month to date dibanding negara lain kita hanya depresiasi 0,88 persen. Atau year to date dari 1 Januari sampai 26 april 2018, Indonesia nomor tiga dibandingkan negara-negara lain," terangnya.

Agus mengungkapkan, Bank Indonesia pernah melakukan kebijakan meningkatkan suku bunga acuan pada 2013 dari 5,75 persen sampai 7,75 persen. Saat itu, kondisi ekonomi Indonesia dinilai perlu ada penyesuaian. Bahkan, Bank Indonesia memperkenankan rupiah terdepresiasi sampai 20 persen. Itu menunjukkan BI konsisten dan kita akan menjaga stabilitas. 

Setelah itu, BI melakukan kebijakan menurunkan tingkat suku bunga acuan dari 7,75 persen menjadi 4,25 persen. Kebijakan tersebut dilakukan pada saat di AS menaikkan suku bunga FFR sebanyak enam kali sejak akhir 2015.

"Kalau seandainya kita perlu untuk melakukan penyesuaian BI 7 days repo rate kita tidak menutup kemungkinan. Tetapi atas dasar kajian yang baik. Betul Jumat, Senin, Selasa dan Rabu tekanan besar tapi hari ini kita lihat ada apresiasi," imbuh Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement