Kamis 26 Apr 2018 16:16 WIB

Viva Yoga: Kebijakan Bawang Putih Harus Berpihak pada Rakyat

Masalah tak adanya lahan untuk ditanami bawang putih menjadi keluhan petani.

Panen Perdana Bawang Putih. Petani menanam bawang putih di sentra baru pengembangan bawang putih, Desa Taman Sari, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Panen Perdana Bawang Putih. Petani menanam bawang putih di sentra baru pengembangan bawang putih, Desa Taman Sari, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menilai kebijakan yang diambil pemerintah terkait bawang putih harus berpihak kepada rakyat. Salah satunya dengan langkah pemerintah menyediakan lahan dan bibit bawang putih bagi petani lokal.

"Kami meminta pemerintah menyediakan lahan dan bibit bawang putih, hal itu menjadi kewajiban pemerintah," kata Viva Yoga di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/4).

Hal itu dikatakannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Asosiasi Pengusaha Bawang Putih, dan para importir bawang putih. Viva Yoga menjelaskan Kementerian Pertanian membuat Permentan No 16 tahun 2016 yang mewajibkan para importir bawang putih melakukan pengembangan penanaman bawang putih dalam negeri. Dengan ketentuan bisa menghasilkan lima persen dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) per-tahun.

Menurut dia, apabila para importir tidak bisa memenuhi hal itu, maka sudah sepantasnya tidak diberikan RIPH. "Apa yang diwajibkan pada importir menanam lima persen kuota itu pemerintah harus mempermudah penyediaan sarana dan prasarana. Kalau ada importir yang tak memenuhi kewajiban nanti jangan diloloskan RIPH," ujarnya.

Dalam RDP itu, perwakilan importir bawang putih, Purwani mengeluhkan kebijakan Kementan yang mewajibkan semua importir menanam bawang putih, lima persen dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) per tahun. Purwani mengatakan, bukan soal kewajiban penanaman bawang itu yang menjadi masalah namun tidak adanya lahan untuk ditanami bawang putih.

"Akan terjadi kanibalisme lahan. Artinya lahan yang produktif diganti menjadi bawang putih, nah sesuai dengan Permentan yang baru 38 tahun 2018 pasal 33 ayat 1, itu semua dianjurkan lahan baru, untuk ditanam. Tapi lahan baru dengan kondisi alam di Indonesia ini susah," ujar Purwani.

Ia mengungkapkan sudah pernah menanam bawang namun kendala utama adalah tidak adanya lahan untuk ditanami. Dia menyontohkan di daerah Bondowoso, Jawa Timur, sudah dikirim bibit bawang putih delapan ton. Yang ditanam hanya delapan hektar, namun sisanya tidak ditanam sampai bibitnya kempes.

Menurut dia, Sebetulnya sudah diberikan lokasi yang lain yaitu di lereng bukit Argopura. Namun karena jaraknya jauh, lalu diberikan lagi di Kintamani. Tetap yang terjadi malah ditolak petani lokal karena mereka lebih memilih menanam kentang.

Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia, Piko Nyoto juga mengatakan, petani selama ini serius menanam bibit bawang putih. Dia juga menampik tudingan bahwa importir bawang putih berada di balik melambungnya harga komoditi tersebut.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement