REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan faktor eksternal. Pasalnya, kurs dolar AS memang tengah menguat terhadap semua mata uang global.
"Kami lihat, nilai tukar dolar AS sudah mulai menguat, baik major maupun emerging currencies. Begitu juga yield di global, khususnya US treasury sekarang sudah dekati tiga persen," ujar Direktur Departemen Pengelolaan Moneter BI Rahmatullah di Gedung BI, Senin, (23/4).
Menurutnya, banyak pelaku pasar global yang mulai mengantisipasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Dengan begitu turut memengaruhi pergerakan mata uang global. "Itu didukung pula oleh data ekonomi AS yang terus bagus. Data inflasi kemungkinan diyakini akan mencapai target. Jadi yang membuat nilai tukar dolar AS menguat terhadap nilai mata uang utama dan emerging serta yield-nya mendekati naik tinggi, sehingga berimbas terhadap semua mata uang baik yen Jepang, euro, dan lainnya," jelasnya.
Ia menyebutkan, beberapa mata uang negara emerging market pun tertekan lebih dalam dari rupiah. "Maka tentunya kita sebagai bagian dari emerging tidak bisa lepas dari itu," tegas Rahmatullah.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar AS pada spot rupiah. Pelemahannya mencapai 15 poin atau 0,11 persen di level Rp 13.908 per dolar AS. Kemudian pukul 10.00 WIB, mata uang Indonesia masih di zona merah. Dengan penurunan 11 poin ke level Rp 13.904 per dolar AS.
Selanjutnya, pada pukul 12.00 WIB rupiah telah berada di level Rp 13.907 per dolar AS. Di akhir perdagangan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin terpuruk dengan pelemahan mencapai 82 poin di level Rp 13.975 per dolar AS.