Kamis 12 Apr 2018 15:02 WIB

Bulog Subang Pilih Serap Beras Petani Ketimbang Gabah

Harga gabah di lapangan tidak sesuai dengan harga pembelian pemerintah.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Andi Nur Aminah
Buruh mengangkut beras untuk didistribusikan ke sejumlah kecamatan di Gudang Bulog Subdrive Indramayu, Rabu (18/2).
Foto: Antara
Buruh mengangkut beras untuk didistribusikan ke sejumlah kecamatan di Gudang Bulog Subdrive Indramayu, Rabu (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Bulog Sub Divre Subang, intensifkan penyerapan beras petani saat musim panen raya. Sampai saat ini, perusahaan BUMN tersebut sudah menyerap 2.100 ton setara beras. Sedangkan, pada 2018 ini pemerintah pusat memberi target untuk Bulog Subang sebanyak 42 ribu ton setara beras.

Kepala Bulog Sub Divre Subang, Agus Supriyanto, mengatakan, saat ini sedang memasuki masa panen raya untuk wilayah Subang dan Purwakarta. Karena itu, pihaknya berupaya mengintensifkan penyerapan hasil produksi petani. Tetapi, yang dibeli Bulog saat ini mengalami perubahan. Bukan lagi berbentuk gabah, melainkan beras. "Alasannya, harga gabah di lapangan tidak sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP)," ujar Agus, kepada Republika.co.id, Kamis (12/4).

Menurut Agus, HPP untuk gabah kering giling (GKG) saja hanya Rp 5.115 per kilogramnya. Sedangkan, di lapangan untuk gabah kering panen (GKP) harganya di atas Rp 5.000 per kilogram. Jadi, bila Bulog menyerap gabah petani dengan kondisi harga di lapangan yang masih mahal ini, sangatlah berat.

Karena itu, solusi penyerapannya dialihkan ke beras. Sebab, HPP untuk beras mencapai Rp 8.030 per kilogramnya. Harga ini, terbilang sesuai standar seperti yang diinginkan petani. Dengan begitu, sambung Agus, pihaknya fokus pada penyerapan beras.

Dari awal tahun hingga bulan keempat ini, lanjutnya, sudah terkumpul 2.100 ton beras. Sedangkan, targetnya 42 ribu ton. Dengan begitu, sampai akhir tahun nanti, pihaknya harus menyerap beras sampai 40 ribu ton lagi. "Kami optimistis, targetan ini bisa terealisasi. Bahkan, bisa lebih dari yang ditentukan," ujarnya.

Menurut Agus, beras yang diserap dari petani ini, untuk memenuhi kebutuhan BNPT, cadangan beras pemerintah, serta beras komersial Bulog. Karena itu, tidak sembarangan beras bisa diserap dari petani. Melainkan, beras tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah.

Persyaratan supaya beras petani bisa diserap Bulog, yaitu, jumlah menirnya maksimal dua persen. Lalu, beras yang broken maksimal 20 persen. Kadar airnya maksimal 14 persen. Serta, derajat sosohnya maksimal 95 persen. Jika beras petani itu sudah sesuai ketentuan, Bulog siap membelinya dengan harga yang telah ditentukan tadi. "Dalam penyerapan beras ini, kita juga bekerjasama dengan 16 mitra kerja," ujarnya.

Sementara itu, Rohyan Rouf (36 tahun) petani asal Desa Gardu Mariuk, Kecamatan Tambak Dahan, mengatakan, seharusnya Bulog ini mampu menyerap gabah petani, bukannya beras. Karena, sampai saat ini kebiasaan petani di wilayah Subang, setelah beres panen gabahnya langsung di jual ke tengkulak. Yang jadi masalah, bila panen raya harga gabah akan merosot tajam.

"Saat gabah petani murah ini, seharusnya Bulog hadir membeli gabah kami. Tetapi, pada kenyataannya, tidak. Sehingga, saat panen raya yang menentukan harga ini tetap tengkulak," ujarnya.

Akibat yang menentukan harga itu tengkulak, lanjutnya, saat panen raya harga gabah terjun bebas. Saat ini, harga gabah masih cukup tinggi. Meskipun sudah ada penurunan di banding saat bulan Februari ataupun Maret.

Untuk gabah IR 64 yang biasa dimasak menjadi nasi oleh mayoritas masyarakat, Rouf mengatakan, harganya antara Rp 5.200 sampai Rp 5.300 per kilogramnya. Harga tersebut untuk gabah dengan kondisi basah. Kalau yang kering lebih mahal lagi. Mencapai Rp 5.500 per kilogram. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement