REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah tidak sungkan menutup Facebook untuk menghindari terjadinya propaganda anti-Rohingya yang disebar melalui media sosial itu di Myanmar. Sebab, dia menilai, hal tersebut sudah keterlaluan.
"Bisa (ditutup), nanti kita lihat progresnya dulu. Bukan pasti tutup, tetapi saya tidak segan kalau terpaksa harus menutup untuk menghindari kita kejadian Rohingya di Myanmar," kata Rudiantara ditemui setelah acara YouTubers Nongkrong di Jakarta, Senin (10/4) malam.
Rudiantara menegaskan, terdapat aturan dalam menutup platform media sosial. Media soaial tidak bisa sembarang ditutup, meskipun telah banyak dorongan dari berbagai pihak untuk menutup Facebook. Kemkominfo telah memberikan sanksi administratif kepada Facebook dan kini masih menunggu hasil audit Facebook terkait kerja samanya dengan pihak ketiga.
"Bertahap teguran lisan, tertulis, terakhir penghentian sementara. Sekarang tertulis dan minta update terus setidaknya tunggu sampai Kamis," tutur dia.
Rudiantara juga mengaku menghargai adanya perbedaan tentang perlunya menutup platform Facebook di Indonesia terkait penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica. "Memang selalu ada pendapat berbeda," kata dia.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI Sukamta menuntut ketegasan pemerintah karena dinilai masih terlalu baik kepada Facebook dengan hanya memanggil dan meminta keterangan. Ia pun mendorong pemerintah mengambil tindakan drastis, seperti membuat roadmap sehingga media sosial harus tunduk di bawah kedaulatan Indonesia.
Sementara itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai pemblokiran akses Facebook di Indonesia bukanlah solusi terkait bocornya dana pribadi jutaan pengguna media sosial itu belum lama ini.
Hal itu, menurut dia, karena Facebook sudah memberi manfaat untuk masyarakat. Misalnya, banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bertumpu pada media sosial tersebut.