REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kebutuhan garam bagi dunia industri dan masyarakat yang tinggal di Aceh, didatangkan lewat negara kecil yakni Singapura. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyudin, di Banda Aceh, Jumat (6/4) mengaku, nilai impor provinsi tersebut sepanjang Februari tahun ini tercatat 1,79 juta dolar AS.
"Impor nonmigas (minyak dan gas bumi) ke Aceh tersebut yang terbesar berasal dari Singapura, dengan komoditas utama yakni garam senilai 944.763 dolar AS," katanya.
Lalu, diikuti Cina dengan nilai 602.159 dolar, Thailand senilai 230.356 dolar AS, Turki cuma sebesar 17.196 dolar AS, dan negara-negara lain terutama di Asia, Eropa, dan Amerika. Ia menyebut, Singapura telah lama menjadi negara pengumpul bagi berbagai kebutuhan sejumlah negara Asia Tenggara seperti Indonesia, terutama di Aceh.
Hal itu karena letak negara berjuluk Negeri Singa yang sangat strategis. Singapura juga memiliki pelabuhan pengumpul dalam yang memainkan peran perdagangan dunia di tingkat regional dan internasional.
Dalam dua bulan di tahun ini, total impor ke Aceh tercatat 2,18 juta dolar AS terdiri atas 10 kelompok komoditas terbesar. Seperti garam, belerang, dan kapur, lalu bahan kimia organik, dan lain sebagainya. "Kita catat di sini asal negara importir atau pemasoknya, bukan negara produksinya," kata Wahyudin.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di tahun 2017 mengaku, provinsi tersebut memiliki panjang garis pantai mencapai 2.666 kilometer. Ini merupakan potensi untuk menjadikan produsen garam. "Hal ini wajar, mengingat Aceh memiliki luas kawasan laut mencapai 295 ribu kilometer per segi dengan panjang garis pantai mencapai 2.666 kilometer," sebutnya.