REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Bank Wakaf Mikro (BWM) dinilai tak akan menggerus pangsa pasar Bank Perkreditan Syariah (BPRS) ataupun lembaga keuangan mikro syariah semacam Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Soekro mengatakan BWM memikiki karakter berbeda dengan BPRS atau BMT.
Dari sisi pembiayaan misalnya, Soekro mencontohkan, BMT bisa menyalurkan pembiayaan dengan nilai mencapai Rp 5 juta. Memang ada BMT yang memberikan pembiayaan kepada nasabahnya senilai Rp 3 juta atau Rp 1 juta. Sama dengan pembiayaan BWM yang ditetapkan maksimal Rp 1 juta.
Sedangkan pembiayaan BPRS nilainya bisa lebih besar lagi dari BMT. "Tapi pembiayaan BMT menyasar seluruh lapiran masyarakat," kata Soekro saat Pelatihan dan Gathering Media Massa di Purwokerto, Kamis (5/4) malam.
Sesuai dengan misinya untuk ikut membantu mengatasi kemiskinan dan kesenjangan, Soekro menyatakan, BWM memberikan pembiayaan bagi masyarakat miskin yang produktif. Selain itu ada perbedaan mendasar lainnya yakni, nasabah BWM tak perlu menyerahkan agunan, berbeda dengan BPRS yang mewajibkan agunan atau BMT tertentu yang membutuhkan agunan.
Sejak diresmikan pembentukannya oleh Presiden Joko Widodo awal tahun ini, telah berdiri sebanyak 20 BWM yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Per 31 Maret, BWM sudah mampu menjangkau 3.876 nasabah dengan total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 3,63 miliar.
Saat ini, Soekro mengatakan, juga ada lembaga fintech yang menggarap sektor keuangan mikro. Semuanya akan terseleksi secara alamiah di pasar karena pangsa pasarnya berbeda-beda.
Presiden Joko Widodo bersama Ketua OJK Wimboh Santoso hadir di Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fithrah, Surabaya Jawa Timur untuk meresmikan Bank Wakaf Mikro Al-Fithrah Wava Mandiri pada Jumat (9/3).
Khusus mengenai BWM, Soekro menjelaskan pula, lembaga ini memiliki lima karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Pertama, BWM wajib menyediakan pendampingan dan pendanaan bagi nasabahnya. Kedua, BWM tidak menghimpun dana dari masyarakat.
Ketiga, imbal hasil yang ditetapkan bagi nasabah rendah hanya tiga persen. Keempat, berbasis kelompok. Terakhir, pembiayaan yang diberikan tanpa disertai agunan.
Skema bisnis BWM juga berbeda. Soekro mengatakan dana BWM hanya mengandalkan sumbangan dari donatur, termasuk dana CSR, yang diberikan melalui Lembaca Amil Zakat (LAZ). Dana LAZ ini pula yang digunakan untuk membayar tenaga pendamping. "LAZ memberikan modal kerja ke BWM dan pendampingan mencari calon nasabah," kata dia.
Pembiayaan yang diberikan BWM maksimal Rp 1 juta. Kendati, ada permintaan dari nasabah agar nilainya bisa dinaikkan menjadi Rp 3 juta. "Nasabah protes, pak sekarang Rp 1 juta dapat apa?" ungkap Soekro. "Pembiayaan bisa diberikan Rp 3 juta secara selektif sesuai kebijakan manajer BWM masing-masing."