Selasa 03 Apr 2018 17:38 WIB

BI: Volatilitas Rupiah Mereda Usai Keputusan FOMC

Nilai tukar rupiah sampai dengan 29 Maret terdepresiasi sekitar 1,45 persen.

Nilai Tukar Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO
Nilai Tukar Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menyatakan volatilitas nilai tukar rupiah mereda setelah keputusan rapat FOMC Bank Sentral AS pada Maret 2018.  "Sekarang kelihatan mereda sekali," kata Agus kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/4).

Agus menjelaskan, nilai tukar rupiah sampai dengan 29 Maret 2018 kira-kira terdepresisasi 1,45 persen (ytd). Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Filipina, India, dan Turki terdepresiasi cukup besar.

"Kita tahu bahwa kemarin market menunggu hasil FOMC, sudah diputuskan Fed Fund Rate naik dan itu keenam sejak akhir tahun 2015. Kemudian kita lihat pasar sudah jauh lebih stabil. Itu sesuai dengan perkiraan kami," ungkapnya.

 

Baca juga, Perbankan Waspadai Nilai Tukar Rupiah.

 

Menjelang rapat FOMC, nilai tukar rupiah melemah cukup dalam mencapai Rp 13.700 per dolar AS. Pada pertengahan Januari 2018, nilai tukar rupiah masih di kisaran Rp 13.300 per dolar AS.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di Bank Indonesia, nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp 13.765 per dolar AS pada Selasa (3/4), sedikit melemah dibandingkan Senin (2/4) di level Rp 13.750 per dolar AS.

Sementara data Bloomberg USDIDR Spot Exchange Rate, perdagangan rupiah pada Selasa dibuka di level Rp 13.757 per dolar AS. Sedangkan penutupan perdagangan pada Senin sebesar Rp 13.753 per dolar AS.

Agus menekankan, masyarakat dan pemerintah melihat peran BI sesuai dengan mandat untuk menjaga inflasi dan menjaga nilai tukar. Inflasi selama tiga tahun terakhir justru ada di dalam target yang dicanangkan.

 

Sedangkan nilai tukar juga selama tiga tahun terakhir selalu di dalam kondisi yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. "Bahkan tahun 2016 kinerjanya terjadi apresiasi 2,3 persen dan di tahun 2017 terjadi depresiasi hanya 0,71 persen," jelasnya.

Di sisi lain, juga terjadi aliran dana masuk (inflow) ke Surat Berharga Negara (SBN) sejak pekan kedua dan ketiga Maret sampai sekarang. Sebelumnya, pada Februari terjadi tekanan aliran dana keluar (outflow) dari SBN.

 

"Jadi secara umun kita menyambut baik bahwa kondisi tekanan di Februari sudah bisa diatasi dan kita lihat turn over transaksi valas sudah meningkat dari kisaran 5 miliar dolar AS menjadi 6,6 miliar dolar AS per hari," ujar Agus.

Dari sisi global, adanya perang dagang (trade war) antara AS dengan Cina dinilai sudah diperoleh adanya titik temu. Menurut Agus, sudah ada arah kesepahaman antara AS dengan Cina.

 

"Kami dengar pejabat-pejabat terkait semua optimistis bahwa trade war ini akan diperoleh suatu solusi sehingga tidak perlu terjadi kondisi yang sama-sama tidak kita inginkan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement