REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memisahkan Unit Usaha Syariah-nya (UUS) dari entitas induk. Hal itu sesuai aturan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Hanya saja, OJK mengakui kondisi permodalan serta aset BPD berbeda-beda. Tidak semua memiliki modal besar untuk spin off. Untuk itu otoritas menyarankan adanya merger UUS BPD.
"Merger UUS Asbanda (Asosiasi Bank Daerah) itu dulu ide saya. Kalau spin off masing-masing kan harus sama modal, tapi kondisi modal beda-beda, kalau BPD yang punya UUS dan PAD-nya (Pendapatan Asli Daerah) kecil kan kesulitan spin off pada waktunya. Jadi saya bilang kenapa nggak di-merger aja," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (29/3).
Menurutnya, melalui merger tersebut, bisa terbentuk bank syariah yang besar dan kuat. Apalagi, kata dia, tidak ada aturan OJK yang melarang hal itu.
"Jadi boleh-boleh saja. Kalau tidak bisa spin off, padahal ada aturan yang mengharuskan spin off, ya merger aja," tegas Heru.
Ia menambahkan, semakin besar bank syariah yang terbentuk dari merger UUS BPD ini, maka senakin besar pula kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. "Semakin besar (banknya) semakin berkontribusi mendukung pertumbuhan ekonomi kita," tambahnya.
Hanya saja, ia mengatakan, ide merger tersebut sementara hanya berlaku untuk UUS BPD. "Kalau bank yang gede-gede silahkan spin off (sendiri)," tuturnya.
Perlu diketahui, OJK mengharuskan UUS bank lakukan spin off paling lambat 2023 mendatang. Dengan begitu ditargetkan, pada 2024 sudah tidak ada lagi UUS melainkan bank syariah yang semakin bertambah.