Rabu 28 Mar 2018 06:01 WIB

Jam Tangan Kayu Pegunungan Menoreh yang Mendunia

Bahan baku dari kayu yang ditanam di hutan rakyat di Kulon Progo.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Andi Nur Aminah
Jam tangan dari bahan kayu yang di buat oleh Ahmad Heri secara otodidak.
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Jam tangan dari bahan kayu yang di buat oleh Ahmad Heri secara otodidak.

REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Di lereng Pegunungan Menoreh, Kecamatan Samigaluh, terdapat dua pengrajin yang merupakan satu-satunya di DI Yogyakarta, yakni jam tangan dan biola. Produk mereka sudah mendunia, bahkan sampai ke Rusia.

Kedua produk tersebut kebetulan bahannya dari kayu yang ditanam di hutan rakyat di Kulon Progo. "Untuk pelestarian hutan rakyat, para pengrajin tersebut dan masyarakat di sini diminta untuk menanam pohon yang kayunya dimanfaatkan membuat kerajinan, seperti jam dan biola," kata penyuluh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, Marni, yang juga merupakan penduduk Samigaluh kepada Republika.co.id.

 

photo
Ahmad Heri sedeng melakulan proses pembuatan jam tangan dari bahan kayu secara otodidak.

Jam tangan dari kayu dibuat oleh Ahmad Heri dan anaknya, Furkon, sejak 2015. Produk dari lereng Pegunungan Menoreh tersebut pernah dibeli oleh Presiden Rusia Vladimir Putin melalui Duta Besar Rusia yang ada di Indonesia. Di tempat produksinya tak tampak terlihat aktivitas dari luar. Setelah masuk ke dalam rumah, baru terlihat ada beberapa produk jam yang unik dan indah.

Kedua produksi tersebut berawal dari hasil kerja kepepet dan otodidak. Jam tangan kayu dibuat berawal karena Furkon setelah lulus SMA ingin melanjutkan kuliah. Waktu itu Heri tak memiliki uang yang cukup untuk membiayai kuliah anaknya. Kemudian, Furkon diminta untuk mendesain gelangan jam supaya bisa dibuat dari kayu. "Waktu itu saya bekerja membuat mebel dan kebetulan melihat jam dengan gelangan seperti rantai. Anak saya dan saya berulang kali mencoba membuat gelangan jam, sampai setahun baru jadi," ungkap Heri.

Jam tersebut diproduksi sejak 2015 dan dijual lewat media daring serta dititipkan ke toko. Kemudian, mendapat pendampingan dari BUMN Sarinah sekitar 1,5 tahun ini. Selanjutnya, jam tersebut dititipkan di Bandara Ngurai Rai Bali, Bandara Soekarno Hatta, dan lain-lain untuk dipromosikan. 

Kini, Furkon tak jadi kuliah. Dia justru mengembangkan usaha jam kayu di Pusat Kerajinan Sentolo. Menurut Heri, ketika ada kegiatan otonomi daerah di Kulon Progo pada tahun 2016, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla datang dan melihat jam kayu produknya. "Waktu itu Pak Jusuf Kalla meminta agar produk jam kayu yang semula saya beri nama Furka diganti dengan nama JK Watch. JK singkatan dari Jogja Kulon Progo," katanya.

 

photo
Jam tangan dari limbah kayu, JK Watch, buatan Kulon Progo.

Semenjak itu, jam tangan kayu produk satu-satunya dari Samigaluh tersebut diberi merek JK Watch dan sekarang sudah mendapat hak paten. Jam tangan JK Watch harganya sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 800 ribu per buah. Jam itu juga dilengkapi garansi satu tahun. "Sejak 2015 hingga sekarang tidak ada yang komplain," tuturnya.

Jam serupa kini sudah dijual sampai ke Pakistan, Ekuador, Finlandia, dan Rusia. Amerika juga, tetapi melalui duta besarnya. Jam tangan tersebut dibuat dari kayu sonokeling, jati, dan mangir yang ada di sekitar rumahnya. Selama ini ia baru mengikuti pameran kerajian terjauh di Jakarta.

"Sebenarnya saya diajak mengikuti pameran ke Korea, tetapi untuk ongkos pesawat yang separuhnya ditanggung sendiri. Saya juga pernah ditawari untuk ikut pameran ke Moskow oleh Duta Besar di Moskow. Untuk segala sesuatunya ditanggung Duta Besar, tetapi untuk ongkos pesawatnya ditanggung sendiri. Ya, saya keberatan," ungkap Heri.

Dalam sebulan ia bisa membuat jam sebanyak 20 buah, yang dikerjakan hanya dua orang bersama anaknya. Namun, kalau ada pesanan dalam jumlah banyak seperti dari Rusia yang memesan sampai 100 buah, serta tahun lalu ada pesanan dari beberapa negara mencapai 200 buah, dia memanggil tenaga freelance dari sekitar rumahnya.

Selain membuat jam tangan kayu, Heri juga membuat bingkai kacamata dari kayu. Heri mengaku terkendala oleh tenaga dan peralatan produksi. Kalau bahan, dia mengaku cukup banyak. Karena itu, ia berharap ada perhatian dari pemerintah, terutama dalam hal penyediaan alat produksi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement