Kamis 15 Mar 2018 12:22 WIB

Jokowi Minta Bankir Berani Ambil Risiko

Jokowi menyebut, mengambil langkah aman hanya merupakan ilusi semata.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andi Nur Aminah
Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro. Presiden Joko Widodo menyampaikan paparan pendahuluan saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro. Presiden Joko Widodo menyampaikan paparan pendahuluan saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar para pimpinan perbankan berani mengambil risiko dan mengambil keputusan. Ia menginginkan agar para pimpinan perbankan tak perlu takut terhadap berbagai risiko yang ada.

Kendati demikian, ia menyebut, dalam menjalankan industri perbankan juga diperlukan sikap hati-hati. "Risiko paling besar apabila kita tidak berani ambil risiko. Perbankan harus prudent dan hati-hati, ya saya setuju. Dan sudah berkali-kali saya alami, kalau kita tak berani ambil risiko, selesai sudah dalam bisnis. Pasti akan mati. Atau mati pelan-pelan, tapi pasti mati. Itu di bisnis," kata Jokowi dalam pertemuan dengan para pimpinan bank umum di Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3).

Menurut Jokowi, di dunia bisnis, risiko yang paling berbahaya adalah apabila pemimpin tak berani mengambil risiko itu sendiri. Namun, dalam memutuskan untuk mengambil risiko, perlu kalkulasi yang matang.

Keputusan seorang pemimpin untuk mengambil risiko tak hanya dilakukan di dunia bisnis, tetapi juga di dunia politik dan berbagai situasi lainnya. "Karena yang namanya mengambil sebuah keputusan itu artinya mengambil sebuah risiko. Pasti. Di mana pun. Di bisnis, di politik, sama saja. Dan sebagai pimpinan, ya itu tadi, mengambil sebuah keputusan artinya mengambil sebuah risiko. Dan kalau kita menghindar dari risiko, ya artinya menghindar dari mengambil keputusan," kata Jokowi menjelaskan.

Menurut dia, pada era globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini, para pemimpin perbankan tak bisa bermain aman dan hanya wait and see tiap tahunnya. Ia menyebut, mengambil langkah aman hanya merupakan ilusi semata.

"Di era di mana teknologi berkembang begitu cepat tidak ada namanya aman. Yang ada itu malas. Atau kurang cerdas. Atau ragu-ragu. Orang sering berpikir dengan mempertahankan status quo, dia aman-aman saja. Sekali lagi, itu hanya ilusi," kata dia menegaskan.

Perubahan yang terjadi seiring perkembangan teknologi dan era keterbukaan saat ini pun harus diikuti. Jika tidak mengikuti perubahan, sambungnya, perusahaan akan mati secara pelan-pelan. Perbankan pun juga harus bersaing ketat dengan industri perbankan lainnya melalui berbagai inovasi.

Presiden meminta agar pimpinan perbankan dapat berani mengambil keputusan dan risiko sebab pertumbuhan kredit sepanjang 2017 hanya mencapai 8,24 persen. Padahal, pemerintah dan perbankan telah sepakat menargetkan pertumbuhan kredit hingga 12 persen.

"Tadi Pak Ketua OJK menyampaikan, pertumbuhan kredit hanya 8,24 persen. Saya ingat waktu kita berkumpul di sini saat itu target yang kita berikan adalah 9 sampai 12 persen. Kalau saya diberi angka 9 sampai 12 persen, yang saya ambil pasti angka 12 persennya," ujarnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement