Senin 12 Mar 2018 22:38 WIB

Inspeksi Kebocoran, Saluran Pintu Air Jatiluhur Dikeringkan

Khawatir ada kebocoran di berbagai titik mengingat potensi kebocoran sangat tinggi.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Budi Raharjo
Tailrace Bendungan Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta yang sebelah kiri sedang dikeringkan, Senin (12/3). Pengeringan ini, untuk menginspeksi adanya kebocoran konstruksi bendungan.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Tailrace Bendungan Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta yang sebelah kiri sedang dikeringkan, Senin (12/3). Pengeringan ini, untuk menginspeksi adanya kebocoran konstruksi bendungan.

REPUBLIKA.CO.ID,PURWAKARTA -- PJT II Jatiluhur mengeringkan saluran pintu air tailrace Bendungan Ir Djuanda atau Waduk jatiluhur. Ada dua saluran air yang menghubungkan Waduk Jatiluhur ke Sungai Citarum.

Adapun tailrace yang dikeringkan ini adalah bagian sebelah kiri. Pengeringan ini, bertujuan untuk menginspeksi kebocoran konstruksi bendungan.

Dirut PJT II Jatiluhur, Djoko Saputro, mengatakan, pengeringan tailrace ini merupakan agenda rutin lima tahunan. Akan tetapi, saluran pintu air ini baru bisa dikeringkan selang sembilan tahun dari terakhir dikeringkan 2008 lalu.

Alasan tailrace ini baru dikeringkan, karena selama empat tahun terakhir permintaan akan air di wilayah hilir cukup tinggi. Terutama, bagi kebutuhan air baku PDAM Jakarta.

"Kalau sekarang, permintaannya rendah. Sebab, sumber air di wilayah hilirnya cukup besar. Makanya, kami bisa mengeringkan tailrace ini," ujarnya, kepada Republika, Senin (12/3).

Menurut Djoko, ada beberapa keuntungan dari kegiatan pengeringan tailrace ini. Salah satunya, mengetahui daya dukung konstruksi bendungan. Sebab, bangunan bendungan ini didesain usianya sampai 100 tahun. Sejak diresmikan sampai saat ini, usia Bendungan Jatiluhur sudah ada 51 tahun.

Karena sudah berusia lebih dari setengah abad, lanjut Djoko, maka inspeksi konstruksi bendungan ini harus rutin dilakukan. Khawatir ada kebocoran di berbagai titik. Mengingat, sambung Djoko, potensi akan kebocoran ini sangat tinggi.

"Kualitas air Jatiluhur ini semakin asam akibat endapan limbah pakan ikan, makanya potensi kebocoran bendungannya tinggi. Sebab, air yang asam tersebut sifatnya korosif, termasuk ke konstruksi bendungan," ujar Djoko.

Menurut Djoko, pengeringan tailrace ini akan berlangsung selama sebulan kedepan. Tim ahli bendungan diturunkan untuk melihat kondisi terkini dari konstruksi tersebut. Dengan begitu, diharapkan usai pengeringan ini akan ada hasil dari situasi bendungan terbaru.

Dengan demikian, saat ini masih belum ketahuan apakah ada dinding-dinding bendungan yang bocor ataupun retak. Hasilnya, baru akan ketahuan setelah proses pengeringan ini selesai dilakukan.

Meskipun ada pengeringan tailrace, lanjut Djoko, tidak berpengaruh terhadap suplai air ke wilayah hilir. Sebab, air masih dikeluarkan dari Waduk Jatiluhur. Meskipun debitnya mengalami pengurangan.

Saat ini, lanjut Djoko, tinggi muka air (TMA) Waduk Jatiluhur mencapai 101 meter di atas permukaan air laut. Adapun air yang dikeluarkan ke hilir melalui tailrace sebelah kanan, mencapai 127,40 meter kubik per detik.

Air tersebut, dibagi lagi di Bendung Curug, yaitu untuk Tarum Barat debitnya 40 meter kubik per detik. Sedangkan Tarum Utara, debitnya 50 meter kubik per detik. Air yang digelontorkan ke Tarum Timur mencapai 27, 40 meter kubik per detik. "Jadi, pasokan air untuk irigasi dan air baku tetap aman," ujar Djoko.

Sementara itu, Kepala Balai Bendungan Kementerian PUPR, Bastari M Eng, mengatakan pengeringan tailrace ini merupakan agenda wajib lima tahunan. Hal itu, sudah diatur dalam Permen PU No 27/2015. Apalagi, bendungan ini berfungsi untuk mengatur air irigasi, pembangkit listrik, serta air baku PDAM. "Jadi, pengeringan ini untuk mengetahui apakah bendungan ini masih aman atau tidak, " ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement