REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menghadiri Jakarta Food Security Summit yang digelar oleh kamar dagang dan industri (Kadin) Indonesia, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (8/3). Dalam acara itu, ia mengakui data pangan di Indonesia bermasalah. Tidak ada data tunggal mengenai jumlah produksi padi secara nasional.
"Hampir semua data pertanian, katakanlah sekarang, tidak sesuai lapangan. BPS masih bingung menentukan berapa produksi tahun ini," ujarnya.
Kondisi ini, kata Wapres, menjadi masalah karena data yang tepat dibutuhkan sebagai dasar pengambilan kebijakan. Karena itu, menurut dia, masalah data pangan tersebut yang kini tengah berusaha diselesaikan oleh pemerintah.
JK berasumsi, kebutuhan beras nasional saat ini sekitar 28 juta ton. Angka itu didapat dari konsumsi rata-rata beras di Indonesia yang mencapai 110 kilogram per tahun dikalikan dengan jumlah total penduduk.
Baca juga, Pemerintah Didesak Perbaiki Data Pangan.
Kebutuhan pangan Indonesia, sambung Wapres, diprediksi meningkat sekitar tiga persen per tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Namun, lahan pertanian justru terancam terus berkurang karena adanya alih fungsi lahan menjadi hunian.
Ia meyakini, penggunaan teknologi pertanian merupakan solusi untuk menjawab tantangan kebutuhan pangan yang terus bertambah di tengah terbatasnya ketersediaan lahan.
Karena itu, Wapres memandang langkah Kementerian Pertanian yang melibatkan TNI dalam program cetak sawah kurang tepat. Ia meminta menteri pertanian untuk fokus mendorong penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktifitas lahan pertanian sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
"Jadi walaupun Panglima, Kodim, Koramil TNI dikerahkan, itu tidak akan mempan. Karena pendapatannya (petani) masih rendah," ujarnya.