Ahad 04 Mar 2018 19:10 WIB

Kebijakan Proteksionis Trump Ancam Picu Perang Dagang Global

Donald Trump menerbitkan kebijakan tarif impor baja dan aluminium.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Indef, Drajad Wibowo menilai, faktor ekonomi yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah naiknya risiko perang dagang yang disulut oleh tindakan proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Belum lama ini, Presiden Trump mengeluarkan kebijakan tarif impor baja sebesar 25 persen dan alumunium sebesar 10 persen.

Kebijakan tersebut menuai protes dari sejumlah negara mitra dagang AS termasuk Cina dan Eropa. Drajad mengatakan, jika Trump telah mengetok palu untuk menerapkan kebijakan tarif impor tersebut maka mitra dagang seperti Cina dan Eropa sudah ancang-ancang akan melakukan tindakan balasan.

"Ekspor produk ikonik Amerika seperti Levi's sudah diancam, dan Trump mengancam akan membalas dengan tarif impor mobil dari EU (Uni Eropa)," kata Drajad kepada Republika.co.id, Ahad (4/3).

Menurut Drajad, perang dagang ini bisa menekan pertumbuhan ekonomi dunia. Tak hanya itu, perang dagang juga dapat memicu kepanikan di sektor keuangan dan menjadi faktor yang serius. Selain perang dagang, Drajad mengatakan, belum ada faktor pemicu lain yang harus diwaspadai.

"Di luar itu, belum ada faktor pemicu krisis yang masuk lampu kuning, apalagi merah," ujar Drajad.

Selain itu, saat ini belum ada tanda-tanda krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis keuangan. Menurutnya, indikator pasar keuangan dunia masih kuat. "Indikator pasar keuangan dunia masih kuat, baik di New York, London, Frankfurt, Tokyo, hingga Singapura," ujar Drajad

Drajad menilai jika mata uang dolar AS terus menguat maka negara seperti Indonesia bisa terkena dampak netto yang negatif. Jadi, risiko krisis lebih tinggi masih berada pada level regional dan belum mencapai level global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement