REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat (2/3), bergerak melemah sebesar lima poin menjadi Rp 13.746 dibanding posisi sebelumnya Rp 13.741 per dolar AS. Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan bahwa meningkatnya permintaan terhadap aset berdenominasi dolar AS membuat pergerakan mata uang itu melanjutkan apresiasi terhadap mayoritas mata uang dunia di pasar spot valas.
"Ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed menjadi salah satu faktor yang memicu permintaan dolar AS," katanya, Jumat (2/3).
Kendati demikian, menurut dia, apresiasi dolar AS terhadap rupiah relatif terbatas seiring dengan masih adanya sentimen positif dari dalam negeri, yakni laju inflasi yang masih terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada bulan Februari 2018 sebesar 0,17 persen sehingga inflasi tahun kalender mencapai 0,79 persen dan inflasi tahun ke tahun (year on year) mencapai 3,18 persen.
"Inflasi yang terjaga memberi harapan pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh berkelanjutan," katanya.
Ekonom Samuel sekuritas Ahmad Mikail memperkirakan nilai tukar rupiah masih memiliki peluang menguat setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap impor aluminium dan baja. "Kenaikan tarif itu diperkirakan dapat memicu perang dagang, terutama dengan Tiongkok. Kondisi itu dapat menekan pertumbuhan ekonomi AS," katanya.