Senin 26 Feb 2018 18:19 WIB

Harga BBM Nonsubsidi Diprediksi Terus Naik, Ini Alasannya

Diprediksi harga BBM terus naik seiring dengan tren kenaikan harga minyak dunia.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Karta Raharja Ucu
Salah satu SPBU Pertamina (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Salah satu SPBU Pertamina (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga BBM nonsubsidi mulai Sabtu (24/2). Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira memprediksi harga BBM di Indonesia akan terus naik seiring dengan tren kenaikan harga minyak dunia.

"Penyesuaian harga ini diprediksi akan terus berlanjut, mengingat harga minyak dunia naik di atas 64 dolar AS per barel, dipicu problem kilang di Libya," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (25/2).

Kenaikan harga ini sebenarnya hanya terjadi pada jenis BBM yang masuk kategori nonsubsidi. Salah satu jenis BBM yang mengalami kenaikan harga adalah Pertamax yang porsinya 17,8 persen dari total konsumsi BBM.

Namun, Bhima mengatakan, kenaikan ini tetap akan berpengaruh pada inflasi. "Ada kontribusi, tapi kecil." Jika tren kenaikan harga BBM berlanjut dan terjadi pada jenis Pertalite, Bhima mengatakan, dampaknya pada inflasi akan lebih besar. Sebab, Pertalite memiliki porsi 40,6 persen dari total konsumsi BBM nasional.

"Dampak ke inflasi semakin besar, terutama karena penyesuaian Pertalite yang porsinya makin dominan dari total konsumsi BBM," kata ekonom lulusan University of Bradford ini. Bhima memprediksi harga Pertalite akan mengalami penyesuaian dalam waktu dekat.

Pemerintah pun harus menyiapkan langkah mitigasi untuk mengurangi dampak dari kenaikan harga tersebut. Khususnya daya beli kelas menengah di perkotaan.

Upaya mitigasi yang dapat dilakukan, kata Bhima, pada prinsipnya bertujuan untuk tidak menambah beban rakyat. Misalnya, dengan menurunkan harga pangan dan menunda kenaikan tarif di beberapa ruas jalan tol sepanjang 2018. Langkah ini, kata dia, perlu dilakukan agar tidak terjadi inflasi ganda.

Terkait penyesuaian harga BBM nonsubsidi tersebut, Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, kenaikan ini terjadi karena mengikuti fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Lebih rinci, ia menjelaskan, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 191 Tahun 2014, ada tiga jenis BBM, yakni BBM tertentu yang diberikan subsidi, BBM khusus penugasan, dan BBM umum.

BBM yang mengalami kenaikan harga kali ini adalah BBM jenis ketiga, yakni BBM umum. "Memang sesuai aturannya jenis BBM ketiga ini harganya tidak diatur pemerintah," kata Adiatma saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (25/2).

Meski harga BBM kembali naik, ia memastikan harga Pertamina masih lebih murah dibandingkan kompetitornya. Adiatma juga mengklaim kualitas BBM Pertamina lebih baik.

Seperti diketahui, mulai Sabtu lalu, sejumlah jenis BBM nonsubsidi mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data resmi laman Pertamina, kenaikan terjadi pada BBM jenis Pertamax menjadi Rp 8.900 per liter, dari yang semula Rp 8.600 per liter.

Selain itu, Pertamax Turbo juga mengalami kenaikan harga menjadi Rp 10.100 per liter, dari sebelumnya Rp 9.600 per liter. Sementara, BBM jenis Dexlite naik menjadi Rp 8.100 per liter dan Pertamina Dex menjadi Rp 10 ribu per liter.

Sebelumnya, tiga Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) akan menikmati program pemerintah layanan BBM satu harga untuk daerah terluar, terpencil, dan terdepan (3T) pada tahun 2018. "Di tahun 2018, ada tiga lokasi yang akan dilaksanakan, yakni Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Banggai Laut, dan Kabupaten Sigi di Kecamatan Kulawi Selatan," ungkap Sales Executive Retail V TBBM Donggala Pertamina MOR VII, Fandi Ivan Nugroho, di Palu, pekan lalu.

Fandi menjelaskan, Sulteng mendapatkan penjatahan empat kabupaten dalam program BBM satu harga. Sebelumnya, pada tahun 2017, telah dilaksanakan di wilayah Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement