Sabtu 24 Feb 2018 10:58 WIB

Sumbar Butuh Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru

Jika hanya mengandalkan komoditas, perekonomian Sumbar sulit untuk tumbuh.

Rep: Satria Kartika/ Red: Ratna Puspita
Warga tepian Danau Singkarak, Solok, Sumatra Barat, menunjukkan buah pepaya. Perkebunan masih menjadi komoditas Sumatra Barat. (Ilustrasi)
Foto: Sapto Andika Candra
Warga tepian Danau Singkarak, Solok, Sumatra Barat, menunjukkan buah pepaya. Perkebunan masih menjadi komoditas Sumatra Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Bank Indonesia (BI) menyarankan Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) untuk mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. Jika hanya mengandalkan komoditas, perekonomian Sumbar sulit untuk tumbuh lebih tinggi. 

Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatra Barat Endy Dwi Tjahjono mengatakan, ekonomi Sumbar masih bergantung ke pertanian dan perekebunan. Dua komoditas andalan Sumbar adalah karet dan kelapa sawit. 

Akan tetapi, lahan pertanian di Sumbar sudah sangat terbatas.  "Lahan pertanian di sini tak bisa dikembangkan lagi," kata Endy saat berbincang dengan awak media di Padang, Sumatra Barat, Jumat (23/2) malam. 

Karena itu, kata Endy, perekonomian Sumbar akan naik apabila harga komoditas sedang tinggi. Sebaliknya, jika harga komoditas jatuh, perekonomian Sumbar akan melemah pula. 

Tahun lalu, ekonomi Sumbar tumbuh 5,29 persen atau lebih tinggi dibandingkan 2016 yang sebesar 5,27 persen. Sektor pertanian yang menjadi kontributor terbesar tumbuh menjadi 3,40 persen dari 2,01 persen pada 2016. 

Endy menjelaskan, sektor pariwisata bisa diandalkan Sumbar sebagai sumber pertumbuhan baru. Menurut dia, ada begitu banyak obyek pariwisata yang bisa dimanfaatkan sebagai mesin pertumbuhan. "Kalau pariwisata dikembangkan serius, ekonomi Sumbar bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan sekarang," katanya. 

Meski begitu, ada tantangan tersendiri dalam mengembangkan pariwisata Sumbar. Endy mengungkapkan, investor sulit masuk karena lahan di Sumbar banyak yang berstatus tanah adat. Sedangkan para ketua adat setempat sangat ingin menjaga status tanah adat. 

BI, kata dia, sempat melakukan penelitian untuk mengembangkan berbagai skema investasi dan kerja sama dengan memanfaatkan tanah adat. "Namun, tetap tak bisa tembus, tanah adat di sini sulit dialihkan untuk investasi," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement