Kamis 21 Dec 2017 19:11 WIB

Catatan Perekonomian Sumbar 2017

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satria K Yudha
Jam Gadang, salah satu obyek wisata di Sumatra Barat.
Foto: Antara
Jam Gadang, salah satu obyek wisata di Sumatra Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sumatra Barat (Sumbar) melalui tahun 2017 dengan ekonomi relatif stabil bahkan cenderung membaik dibandingkan 2016. Berdasarkan paparan Bank Indonesia, perekonomian Sumbar tahun 2017 ini mengalami penguatan setelah terus melambat sejak 2013. Bahkan pada kuartal III 2017, ekonomi Sumbar mampu tumbuh 5,38 persen (yoy) dan menjadi yang tertinggi kedua di kawasan Sumatra, setelah Sumatra Selatan. 

Tahun ini, perekonomian Sumatra Barat diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,1-5,5 persen (yoy). Seperti periode-periode sebelumnya, sumber pertumbuhan Sumbar masih berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan ekspor luar negeri. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh membaiknya pertumbuhan lapangan usaha pertanian dan perdagangan. Apalagi harga komoditas sawit dan karet juga membaik tahun ini. 

Kepala Perwakilan BI Sumbar, Endy Dwi Tjahjono, mengungkapkan bahwa perekonomian Sumatra Barat di tahun 2017 juga diwarnai dengan laju inflasi yang terjaga di level rendah. Inflasi tahunan Sumbar pada November 2017 saja tercatat 1,33 persen (yoy). Bahkan hingga akhir 2017, diproyeksikan tingkat inflasi tak akan beranjak jauh dari kisaran 2,2-2,6 persen (yoy). Padahal berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan 2016 menyentuh 4,89 persen (yoy).

Endy memandang laju inflasi rendah sepanjang 2017 disebabkan oleh terjaganya pasokan bahan makanan pokok yang dapat memengaruhi inflasi. Rendahnya inflasi, lanjut Endy, juga menjaga tingkat daya beli masyarakat. Harga-harga bahan pokok yang tak melonjak tinggi tetap memberi ruang bagi konsumen di Sumbar untuk belanja. 

"Meski demikian, inflasi akhir tahun 2017 dibayangi risiko kenaikan harga bahan makanan strategis, khususnya cabai merah. Karena terganggunya produksi akibat meningkatnya intensitas curah hujan," jelas Endy dalam paparannya di Kantor Perwakilan BI Sumbar, Kamis (21/12). 

Menurut Endy, tahun 2017 bisa ditutup dengan capaian inflasi rendah yang stabil bila pasokan atas bahan makanan terutama cabai merah bisa mencukupi. 

Sementara untuk tahun 2018 mendatang, BI memandang ekonomi Sumatera Barat dapat tumbuh hingga 5,5 persen. Pertumbuhan bakal ditopang oleh permintaan domestik yaitu perbaikan investasi dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Sumbar akan didorong oleh perbaikan kinerja pertanian, industri pengolahan, dan transportasi pergudangan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement