Kamis 22 Feb 2018 01:03 WIB

Tahun Ini Dinilai Positif untuk Kinerja BEI

Pasar modal dinilai cukup kebal menghadapi berbagai kondisi ekonomi.

Red: Nur Aini
Foto multiexpose pengunjung dan layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (20/2).
Foto: Republika/Prayogi
Foto multiexpose pengunjung dan layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2018 diprediksi memberikan harapan yang positif bagi kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal itu terindikasi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas pertumbuhan ekonomi global.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menyebutkan faktor yang berkontribusi dalam pergerakan bursa saham, khususnya di Indonesia, terbagi dalam faktor makro dan mikro.

"Faktor makro tentunya meliputi bagaimana report negara kita, terutama terkait dengan stabilitas nilai rupiah, tingkat inflasi, pengelolaan fiskal, dan faktor fundamental perusahaan," katanya dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu (21/2).

Meski 2018 dinilai menjadi tahun politik, tetapi pasar modal Indonesia dinilai telah cukup kebal dan teruji dalam menghadapi kondisi ekonomi pada 2004, 2009, dan 2014 lalu. Samsul menjelaskan pertumbuhan positif pasar modal Indonesia. Pada 2012-2017 tingkat IHSG tumbuh sebesar 7,1 persen per tahun.

Sejalan dengan pertumbuhan IHSG, aktivitas transaksi pada 2012-2017 pun tumbuh dari Rp 4 triliun ke Rp 7,5 triliun. Kemudian, pertumbuhan investor domestik dalam dua tahun terakhir dari yang sebelumnya sekitar 400 ribu investor, menjadi sekitar 600 ribu investor.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji untuk meningkatkan batas minimal permodalan bagi perusahaan sekuritas. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Fakhri Hilmi di Jakarta, Selasa (20/2), mengatakan rencana itu masih terus dibahas termasuk juga melakukan diskusi dengan perusahaan efek. "Ada beberapa angka yang kita diskusikan, kira-kira pasnya yang mana," ujarnya.

Berdasarkan peraturan OJK Nomor 20 /POJK.04/2016, disebutkan perusahaan efek yang menjalankan kegiatan sebagai perantara pedagang efek yang mengadministrasikan rekening efek nasabah wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp 30 miliar, serta batasan nilai Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) yang berlaku saat ini sebesar Rp 25 miliar.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menyambut positif rencana itu. Peningkatan permodalan dan MKBD perusahaan sekuritas akan memperkuat perusahaan efek di dalam negeri sehingga dapat bersaing di regional.

"Modal disetor perusahaan efek saat ini sekitar Rp 30 miliar dan MKBD-nya Rp25 miliar. Secara teoritis, kalau modal disetor Rp 100 miliar, maka minimum MKBD-nya sekitar Rp 85 miliar hingga Rp 90 miliar," paparnya.

Ia mengatakan bahwa perusahaan efek di Malaysia dan Thailand, batas modal sekitar 25 juta dolar AS. Sementara di Singapura sebesar 150 juta dolar AS. "Negara tetangga sudah sangat jauh lebih besar dari kita," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement